Sunday, December 9, 2018

Dia Tidak Butuh Aku Lagi ( Bagian 8 - Tamat )



But I can still the real wrong of all the tears
When he was gone
They said he crushed dan burned
I knew I’ll never learn
Why any bos should die so young
(Objects in the rear view mirror, sung by Meat Loaf)
AKU menghapus airmata yang meleleh di pipiku. Kupikir air mata ini telah kering karena penyesalanku yang tak habis-habis. Berhari-hari kuhimpun kekuatan untuk berziarah ke makammu, untuk menerima dengan ikhlas kepergianmu. Namun sesampai di sini aku tetap luluh dan luruh.
Kuusap nama Dita yang terukir di batu nisan.
Tuhan, aku tak berhak untuk menanyakan keputusan-Mu! Apalagi untuk menggugat takdir-Mu. Namun ijinkan aku menyampaikan maaf dan penyesalanku yang besar atas dosa-dosaku padanya! Dan berilah kemuliaan padanya. Karena dia adalah sahabat terbaik yang pernah kumiliki.
Dimuat di Anita Cemerlang Vol. 524 tgl. 16 – 25 Oktober 1995
*** Tamat ***


Terima kasih sudah membaca. Silakan baca juga cerita lain, ya...!

Saturday, December 8, 2018

Dia Tidak Butuh Aku Lagi ( Bagian 7 )


The skies were pure and the fields were green
And the sun was brighter than is ever been
When I grew up with my best friend, Kenny
We were so close as any brothers that you ever knew
It was always summer and the future called
And there’s was so much let to dream
An so much time to make it real

SLIDE-SLIDE tentang persahabatanku dengan Dita sejak mula kami bersama, SMP kelas II sampai sekarang, berputar cepat di benakku. Kebersamaan kami, suka duka kami, canda kami, semua terekam jelas di memoriku. Betapa indahnya kenangan itu!
Tuhan! Seharusnya aku mengakui, Dita benar. Apa yang dikatakannya tidak ada yang salah. Aku memang tak ada apa-apanya tanpa dia. Aku cuma sesosok remaja manja yang selalu tergantung padanya.
Sejak dulu Dita selalu siap menolongku, melindungiku, bahkan memanjakanku, sebagaimana layaknya adik sendiri. Dia terbiasa melakukannya karena dia punya tiga adik. Menambah seorang adik lagi tidaklah terlalu menyulitkan baginya. Malah aku yang akhirnya keenakan. Aku jadi makin manja, karena sebagai anak tunggal, di rumah aku pun biasa mendapat apapun yang kuinginkan.
Dita sahabat terbaikku. Seharusnya aku tahu itu. Dia tidak mungkin mau menyusahkanku tanpa alasan. Dia menyayangiku seperti saudaranya sendiri. Apapun yang dilakukannya pasti untuk kebaikanku sendiri.
Mengapa semua kusadari setelah segalanya terlambat?
“Sepertinya Dita sudah punya firasat, Shin. Belakangan ini sikapnya aneh. Dia selalu dan tak pernah bosan menasihati adik-adiknya. Mengajari mereka tentang kemandirian. Rupanya dia ingin mempersiapkan kita semua sebelum kepergiannya,” cerita Bapak Dita pasrah.
Yah, Dita memang telah pergi! Sebuah truk celaka merenggutnya dari sisi kami. Aku hanya bisa menemui sosoknya yang terbaring tenang dengan senyum damai terukir di bibirnya. Aku ingin sekali percaya kalau Dita cuma tidur, tidak meninggal seperti kata mereka.
Ibu Dita menyodorkan sebuah diari kecil padaku. “Di halaman terakhir ada catatan untukmu.”
25 Nopember 1994
Aku berhasil. Shinta telah berubah. Walau dia tampak membenciku. Biarlah… malah bagus. Jadi kepergianku tidak akan membawa arti baginya. Dia sudah punya teman-teman yang lain.
Yah, Shinta bukan anak manja lagi. Kini dia adalah seorang cewek mandiri. Dia tidak butuh aku lagi.
Tuhan, aku siap untuk pergi.
Sebuah godam memukul tepat ke jantungku. Kakiku gemetar. Seluruh tubuhku terasa lemas tak berdaya. Ingin rasanya aku membunuh diriku saat ini juga. Karena aku benci diriku. Sangat benci.
Terbayang lagi buruknya perlakuanku pada Dita akhir-akhir ini. Kecurigaanku, kebencianku, kemarahanku, semuanya! Tuhan! Inikah maksud dari keanehan sikapmu selama ini, Dit? Betapa luhurnya hatimu! Menjelang kepergianmu, masih juga sempat memikirkan nasibku. Tapi apa balasanku?
Aku menjerit histeris. Kegelapan menyergapku.

*** Bersambung ke Bagian Berikutnya, ya... ***

Friday, December 7, 2018

Dia Tidak Butuh Aku Lagi ( Bagian 6 )



“SHINTA!”
Aku mengenali suara itu, maka aku tidak mempedulikannya. Kupercepat pekerjaanku membereskan buku-buku.
“Shinta, aku ingin bicara denganmu!”
Kucangklongkan tasku ke bahu. “Aku buru-buru.” Kemudian melangkah lebar-lebar.
“Shinta, kumohon!”
Sebenarnya aku ingin sekali tidak berhenti. Tapi rasa iba seperti membebani tapak kakiku.
“Baik, bicaralah!” kataku dingin.
“Tapi, Shin, kita tidak bisa…”
“Cepat bicara! Aku tidak punya banyak waktu.”
“Baiklah!” Dita mendesah. “Aku bisa mengerti bila kamu membenciku. Tapi kumohon, maafkanlah aku! Karena sesungguhnya aku tidak pernah bermaksud menyusahkanmu. Bagiku, kamu masih sabahat terbaikku.”
Kudengar langkah Dita menjauh. Aku terpaku.
*** Bersambung ke Bagian Berikutnya, ya,,,! ***





Thursday, December 6, 2018

Searching – Pencarian Nyata Melalui Dunia Maya


SEARCHING biasanya kita gunakan sebagai istilah pencarian melalui dunia maya. Namun dalam film ini mengisahkan tentang pencarian orang di dunia nyata melalui dunia maya. Mungkin ini adalah salah satu kisah orang hilang yang berhubungan dengan dunia maya dari sekian banyak kisah lainnya.
Diceritakan kehidupan keluarga Kim, yang kisah suka dan dukanya terekam dalam laptop dan akun dunia maya. Mulai David Kim dan Pamela Nam Kim menikah dan memiliki seorang putri, Margot Kim. Kisah sedih keluarga ini terekam saat Pam jatuh sakit dan mulai keluar masuk rumah sakit.  Perjuangan Pam berakhir ketika dia meninggal karena penyakitnya.
Dengan meninggalnya Pam, tinggallah David bersama Margot, putrinya yang mulai beranjak remaja.
Suatu hari, Margot pamit belajar bersama dengan teman-teman kuliahnya, dan mengatakan pulang larut. David pulang lebih dulu ke rumah. Karena kelelahan, dia ketiduran sampai tidak menyadari ada panggilan video melalui laptopnya. Baru mengetahu panggilan tersebut setelah bangun pagi harinya. Dia berusaha memanggil balik, tapi tidak ada jawaban. Dia berasumsi, Margot langsung berangkat les piano sesuai jadwalnya selama ini.
Tapi sampai malam, Margot belum kembali juga, dan tidak bisa dihubungi. David mulai cemas. Dia menghubungi Peter, adiknya, menanyakan mungkin Margot mampir ke tempatnya. Peter menjawab tidak ada, dan menyarankan David untuk menghubungi teman-teman Margot.
Saat itulah David menyadari, dia tidak mengenal satupun teman-teman Margot. Dia menghubungi Guru Les Piano, mendapat kabar bahwa Margot bukan saja tidak datang les pada hari itu, melainkan sudah beberapa bulan sebelumnya. Hal ini membuat David semakin heran, karena Margot sangat suka bermain piano dan setiap bulan dia selalu memberikan uang untuk biaya lesnya.
David berusaha menghubungi kampus, dan mendapatkan nama teman yang satu kelompok belajar dengan Margot. Dia baru mengetahui, anaknya tergolong tertutup dalam pergaulan kampus. Mereka mengajak Margot bergabung, karena Margot tidak punya teman kelompok lain. Dan mereka mengatakan Margot sudah pulang setelah kegiatan belajar mereka usai.
David semakin cemas mengetahui kenyataan itu. Apalagi, dia juga menemukan laptop Margot ditinggal di rumah. Berarti memang benar, Margot sempat pulang setelah belajar bersama, tapi kemudian pergi lagi.
David kemudian berinisiatif melaporkan kehilangan orang kepada polisi. Dia kemudian diberikan nomor Vick,  polwan yang akan membantunya mencari Margot. Keduanya kemudian saling berhubungan. Vick meminta David memberitahukan semua info yang didapatkannya tentang Margot.
David mulai melacak jejak Margot melalui laptop yang ditinggalkannya. Setelah berhasil memecahkan password, dia mengecek semua akun media social Margot. Teman-teman yang paling sering chatting dengannya. Yang mengejutkan David, dia mengetahui Margot dan Peter sering berhubungan tanpa sepengetahuannya. Dia sempat mencurigai Peter, sebelum akhirnya mengaku hubungannya dengan Margot sekedar pemberian ganja untuk dikonsumsi.
Berhasilkah David menemukan Margot? Cari jawabannya dengan nonton sendiri aja filmnya, ya! Dijamin seru, mengikuti petualangan David melalui ‘Searching’ dunia maya. Tidak kalah seru dengan film thriller lain yang berada di dunia nyata.
Sutradara : Anees Chaganty
Penulis : Anees Chaganty dan Sev Chanian
Pemain :
David Kim : John Cho
Pamela Nam Kim : Sara Sohn
Margot Kim : Michelle La, Kya Dawn Lau, Megan Liu, Alex Jayne Go
Peter :  Joseph Lee
Detective Vick : Debra Messing
Foto: https://www.imdb.com/title/tt7668870/

Geostorm, - Bila Cuaca di Bumi Bisa Dikendalikan


Seandainya iklim dan cuaca di bumi bisa dikendalikan, mungkin akan seperti inilah kejadiannya.  Tapi, semoga saja tidak… Hehehe…
Tersebutlah  Jake Lawson, seorang ilmuwan yang  berhasil  menghasilkan teknologi untuk mengendalikan cuaca dan iklim di bumi. Teknologi ini diaplikasikan di sebuah stasiun di luar angkasa dengan menggunakan banyak pekerja dari berbagai negara di seluruh dunia.
Sayangnya, Jake dituduh  menyalahi kebijakan dewan sehingga dia dihukum dan dipecat dari proyek tersebut. Adik kandungnya, Max Lawson yang juga bekerja di pemerintahan tak bisa menolongnya karena kekeras kepalaan Jake yang tak mau memecat anak buahnya untuk diganti dengan orang-orang kepercayaan dewan.
Beberapa tahun berlalu setelah Jake meninggalkan stasiun dan tinggal bersama putrinya, Hannah Lawson di daerah pedesaan, terjadilah beberapa keanehan. Pertama di gurun pasir Afganistan ditemukan sebuah perkampungan yang membeku. Seluruh penduduknya jadi es. Kemudian di stasiun luar angkasa, Mahmood, seorang pekerja dari India, mengalami kecelakaan, tersedot keluar dan menghilang.
Di Hongkong, cuaca panas sangat ekstrim,  Tiba-tiba saja api menyembur dari dalam tanah menghanguskan dan merobohkan banyak gedung serta menelan banyak korban. Chen Long, rekan Max yang kebetulan berada di sana, melaporkan keanehan ini.
Max  berinisiatif menghubungi Jake, karena dia yang paling mengetahui tentang teknologi pengendali cuaca yang dioperasikan di stasiun luar angkasa, dan membujuknya untuk kembali. Setelah melalui perdebatan sengit, Jake bersedia kembali, meskipun Hannah putrinya keberatan karena khawatir ayahnya tidak akan kembali lagi.
Jake menemukan kesalahan system di stasiun luar angkasa karena ada yang sengaja memasukkan virus. Mahmood dibunuh karena mengetahui hal ini. Jake sendiri hampir terbunuh juga.  Dia mencurigai, yang melakukannya adalah Presiden Palma, Presiden Amerika Serikat demi kepentingan politik.
Max semula menyangkal kecurigaan Jake. Tapi ketika Chen Long yang hendak menemuinya untuk memberikan informasi penting juga dibunuh, dia pun mulai mempercayai. Dengan bantuan  Sarah Wilson, kekasihnya yang bekerja sebagai pengawal presiden dan  Eni Adisa, mereka berusaha mendapatkan password untuk mereset ulang system.
Sementara di stasiun luar angkasa, Jake dibantu  Ute Fassbinder mencoba mencari pengkhianat sekaligus mengatasi kerusakan yang mulai membuat bencana di beberapa belahan bumi. Di Brasil, gelombang air laut yang naik tiba-tiba berubah jadi es, demikian juga di Uni Emirat Arab. Di India, angin putting beliung mengamuk.  Jepang dihajar kilat menyambar-nyambar.,  
Kerjasama mereka memancing kecurigaan  Sekretaris Peresiden, Leonard Dekkom. Max terpaksa menceritakan apa yang diketahuinya. Dekkom berjanji mau membantu mereka. Namun….
Akh, ga seru bila diceritakan semua, mending nonton sendiri, aja! Pokoknya, seru…! Kalau tidak percaya, tanya aja sama yang sudah nonton. Hehehe… Ternyata, ada yang sudah nonton tapi ga bagi-bagi cerita dan keseruan…
Sutradara : Dean  Devlin
Penulis :  Dean  Devlin dan Paul Guyot
Pemain :
Jake Lawson :  Gerard Butler
Max  Lawson :  Jim Sturgess
Sarah Wilson : Abbie Cornish
Ute Fasbinder : Alexandra Maria Lara
Saniel WU : Chen  Long
Eni Adisa : Adepere Oduye
Hannah Lawson :  Talitha Bateman
Gambar : https://www.imdb.com/title/tt1981128/


Dia Tidak Butuh Aku Lagi ( Bagian 5 )


DENGAN  dada berdebar kubuka buku ulangan matematikaku yang baru dibagikan Ibu Rusmini. Dada ini seakan meledak bahagia ketika kutemukan angka delapan terpampang di sana. Tidak sia-sia segala yang kulakukan sebulan belakangan ini. Kukorbankan banyak kesenangan untuk memperbanyak waktu belajar. Hari-hari yang biasanya kuhabiskan di depan TV atau kelayapan ke pusat pertokoan, kini kugunakan untuk memelototi buku.
Orang-orang rumah heran berat melihat perubahanku. Tapi mereka senang, dan sangat mendukung. Bik Nah rajin membuatkan secangkir coklat hangat bila aku begadang malam-malam, gara-gara rumus yang belum terpecahkan. Kalau siang terik aku nekat menghapal, segelas es juice dibikinkannya untuk menemaniku. Begitu juga Mama, makin suka memenuhi kulkas dengan berbagai cemilan.
Semua tidak sia-sia. Nilai-nilai ulanganku tidak ada yang jelek lagi, bahkan rata-rata cukup bagus. Dan nilai-nilai itu murni hasil kemampuanku, jerih payahku. Tanpa bantuan Dita.
Buk! Buk! Bu Rusmini memukul penggaris ke papan tulis karena kelas mulai gaduh. Anak-anak rame membandingkan hasil ulangan masing-masing.
“Kalian sudah lihat hasil ulangan kalian masing-masing. Sebagian besar jelek. Hanya beberapa yang cukup. Bahkan cuma satu yang dapat bagus.” Bu Rusmini menatapku sambil tersenyum. “Karena Ibu ada rapat, harap waktu kalian gunakan untuk membahas soal-soal itu! Diskusikan dengan Shinta, bila ada yang ingin kalian tanyakan! Karena dialah yang kali ini memperoleh nilai tertinggi.”
Bu Rusmini keluar kelas, meninggalkan anak-anak yang semuanya tercengang menatapku. Aku jadi jengah dan salah tingkah. Aku mengambil buku dan pura-pura tekun belajar.
“Shin!” Sebuah tangan singgah di bahuku.
Aku menoleh. Kulihat Mayang memandangku ragu.
“Ajari aku yang nomor tujuh, ya! Aku nggak ngerti sama sekali.”
Aku tertegun. Namun cepat-cepat tersenyum untuk menghilangkan keraguan di wajah Mayang. “Mana?”
Pelan-pelan kuterangkan penyelesaian soal yang ditanyakan Mayang. Saking asyiknya aku tidak menyadari ada beberapa teman lain yang ikut nimbrung. Aku baru tahu ketika selesai menerangkan.
“Ooo … begitu!” Mereka berkoor barang. “Trim’s, Shin!”
Aku mengangguk, Ada rasa bahagia melintas di hatiku.
Ketika anak-anak mulai asyik mencoba soal yang lain, aku merasa ada yang memperhatikanku. Dan aku menemukan mata Dita yang menatapku dengan binar bangga.
Aku membuang muka. Berjuta perasaan aneh berbaur dalam dadaku. Kebencian, keheranan, kemenangan, dan juga kehilangan.

*** Bersambung ke Bagian Berikutnya, ya...!"

Dia Tidak Butuh Aku Lagi ( Bagian 4 )


“ADA apa sebenarnya antara kamu dan Shinta, Dit?”
Aku menghentikan langkah. Mengintip di antara jajaran buku yang tersusun rapi di rak. Aku melihat sosok Dita dan … Dani. Astaga, mereka sedang membicarakanku.
“Entahlah, Dan!” Dita mengangkat bahu. “Kukira cuma salah paham. Dia salah mengartikan maksud baikku. Aku cuma ingin dia mandiri, tidak selalu tergantung padaku. Kau kan tahu, bisa dibilang hanya aku teman Shinta satu-satunya. Nah, bila aku tidak ada bagaimana jadinya?”
Aku mengomel dalam hati. Dita mengeluhkan kekuranganku di depan orang lain. Orang itu Dani pula, cowok yang dia tahu kusukai. Apalagi maksudnya selain menjelek-jelekanku? Ah, benar-benar tak tahu diri!
“Shinta mengira aku sengaja ingin mejatuhkannya, ingin menjauhinya. Biarlah, suatu hari nanti dia kan mengerti.”
Cih! Muak aku mendengar ocehan berbisa itu. Cepat-cepat aku pergi dari perpustakaan dengan membawa kejengkelan yang makin bertumpuk.
Baik, kalau itu maunya. Aku akan buktikan pada Dita, dia salah. Aku bisa mandiri, tidak selalu tergantung padanya. Tanpa Dita, aku bisa melakukan segalanya sendiri. Bahkan aku pun bisa mencari segudang kawan lain yang seribu kali lebih baik dari dia.
Tunggulah, Dit! Aku akan buktikan.
*** Bersambung ke Bagian Berikutnya, ya..! ***



Wednesday, December 5, 2018

Mewarisi Pribadi Damai Nabi



BANJARBARU – Akhlak mulia Rasulullah hendaknya diwarisi oleh para pengikutnya karena akhlak Nabi Muhammad SAW paling sempurna di antara makhluk ciptaan lainnya. Salah satu akhlak nabi yang membuat banyak orang akhirnya memeluk agama Islam adalah kesabaran yang luar biasa sehingga membawa kedamaian bagi orang di sekitarnya.
“Nabi adalah orang yang paling sabar. Bayangkan, dicaci-maki, diludahi, bahkan dilempar batu, Nabi tetap sabar. Bahkan mendoakan kepada orang yang memusuhi dan menyakiti beliau,” ujar Ustadz Shihabuddin dalam acara Peringatan Maulid Nabi Besar Muhammad SAW  Rabu, (5/12) di Musholla An Nur, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kalimantan Selatan.
Diungkapkannya, Nabi Muhammad sangat menghormati orang lain. Bahkan terhadap mereka yang beragama lain. Nabi pernah berdiri menghormati jenazah orang Yahudi, karena menghormatinya sebagai manusia. Tidak seperti kebanyakan orang jaman sekarang, yang cenderung suka bermusuhan, bahkan dengan saudara sesame muslim hanya karena berbeda pendapat.
“Apalagi sekarang, mendekati pemilu, pemilihan presiden dan pilkada. Banyak orang yang saling berselisih hanya karena perbedaan pilihan. Seharusnya kita harus tetap menjaga perdamaian, meski berbeda pendapat dan pilihan. Jauhi gossip! Jauhi hoax, agar suasana tetap dingin dan damai,” tegasnya.
Diakuinya juga, meski ada sebagian yang menganggap Peringatan Maulid Nabi tidak perlu, namun masih banyak yang merayakannya untuk mengingat sejarah kelahiran Nabi, kisah hidup dan perjuangannya dalam menyebarkan agama rahmatan lil alamin, dan terutama meneladani lagi akhlak dan kepribadian Nabi.

“Kalau dahulu, banyak ragam dan cara masyarakat merayakan maulid nabi. Banyak juga khas panganan yang disuguhkan dalam perayaan ini. Karena tidak akan rugi orang yang merayakan maulid sekaligus bersedekah memberi makan orang lain,” tuturnya.
Diceritakannya juga tentang seorang wanita yahudi yang merasa heran dengan kaum muslimin yang merayakan maulid nabi dengan mengeluarkan dana besar untuk menjamu orang banyak. Keheranannya sampai terbawa mimpi. Dalam mimpi dia bertanya kepada yang punya acara mengapa hal tersebut dilakukan. Dijawab yang punya hajat, karena mereka sekeluarga merasa gembira dengan kelahiran nabi.
Saat itu dia melihat seorang pria tampan ikut hadir dalam kemeriahan. Ketika ditanya, ternyata dia adalah Nabi Muhammad yang ikut hadir di tengah umatnya yang bergembira karena kelahirannya. Wanita itu mendekat dan menyapa. Nabi Muhammad menjawab sapaan itu dengan sopan. Terkesan dengan perilaku mulia Nabi kepada dirinya yang Yahudi, wanita itupun memeluk Islam.

Perayaan Maulid Nabi yang mengambil tema ‘ Meneladani Rasulullah sebagai Uswatun Hasanah’ ini selain dihadiri seluruh karyawan LPMP Kalsel, baik yang ASN (Aparatur Sipil Negara) maupun yang PTT (Pegawai Tidak Tetap) juga anggota Dharma Wanita Persatuan (DWP) setempat. Selain ceramah, sebelumnya acara juga diisi dengan Senandung Shalawat dan  pembacaan ayat suci Al Quran.
lms/foto dok info LPMP Kalsel

HSS Juara Umum Gebyar Sekolah Model


BANJARBARU – Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) menjadi juara umum dalam Gebyar Sekolah Model tahun 2018. Hasil ini diumumkan dalam acara penutupan yang digelar Kamis (29/11) lalu di aula Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kalimantan Selatan. Pasalnya, kabupaten ini paling banyak memboyong gelar juara yang diperlombakan dalam kegiatan ini.
Dalam kegiatan pentas seni tingkat SD, Juara 1 diraih Kabupaten HSS melalui SDN Sungai Raya Tengah, baru disusul SDN SN Pengambangan 5 Banjarmasin dan SDN 2 Komet Banjarbaru.  Demikian juga di jenjang SMP, lagi-lagi Kabupaten HSS melalui SMPN 2 Kandangan meraih juara 1, kemudian SMPN 9 Banjarmasin Juara 2, dan SMPN 1 Pulau Laut Timur, Kotabaru sebagai Juara 3. Hanya jenjang SMA, yang berhasil juara 1 adalah SMAN 1 Satui Kabupaten Tanah Bumbu, baru SMAN 2 Kandangan sebagai Juara 2, dan SMAN 2 Juai sebagai Juara 3. Sementara  untuk SMK juara 1 adalah SMKN 1 Marabahan, Juara 2 SMKN 1 Pulau Laut, dan juara 3 SMKN Babirik.  Kabupaten HSS yang diwakili SMKN 2 Kandangan hanya berada pada urutan 4 baru kemudian SMKN 1 Murung Pudak Kabupaten Tabalong.

Itu baru hasil pentas seni. Padahal kegiatan yang digelar selama 3 hari, Selasa (27/11) sampai Kamis (29/11) ini juga memperlombakan ‘Best Practice dalan diseminasi hasil Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) serta stan yang memamerkan hasil kreatif sekolah. Ada sebanyak 13 stan yang mewakili kabupaten/kota masing-masing, yang diisi oleh sekolah dari semua jenjang, SD, SMP, SMA maupun SMK. Tidak mengherankan bila selama 3 hari tersebut, halaman LPMP Kalsel selalu semarak dan meriah oleh peserta dan pengunjung. Karena dibagikan juga door prize bagi yang beruntung.


Dalam sambutan pada acara penutupan, Kepala LPMP Kalsel, Drs Nuryanto, M.Pd mengibaratkan guru sebagai kopi dan orangtua adalah gula. Jadi, ibarat menyeduh secangkir kopi, orangtua dan gurulah yang berperan dalam mendidik anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa. Jadi, peran keduanya diperlukan berimbang untuk menghasilkan anak didik sesuai harapan.

Diungkapkannya juga, penghargaan dan apresiasi terhadap hasil kreativitas dan prestasi peserta yang sudah ditampilkan dalam kegiatan ini.  Dia yakin, seluruh peserta yang berjumlah 422 sudah berusaha keras menampilkan yang terbaik. Kalaupun ada yang belum berhasil memperoleh gelar juara, maka itu bukan berarti sebuah kegagalan, namun menjadi pelajaran untuk selalu meningkatkan dan memperbaiki diri.

Selain mengucapkan selamat kepada para pemenang, dia juga menyampaikan maaf, apabila dalam penyelenggaraan kegiatan, ada banyak kekurangan dan kesalahan. Diharapkan, penyelenggaraan yang akan datang bisa lebih baik lagi.
lms/foto dok info LPMP Kalsel

Dia Tidak Butuh Aku Lagi ( Bagian 3 )


AKU benci Dita. Benci!
Kukira sikapnya kepadaku selama ini kebetulan semata. Tidak mau minjamin catatan, karena dia sendiri emang lagi malas nyata. Wajar bila orang yang paling rajin pun, sesekali merasa malas. Tidak meminjamkan PR kepadaku karena dia dapat tugas dari Pak Arman sehingga datangnya telat.
Waktu itu aku masih bisa memaafkan, walau sempat memendam jengkel beberapa lama. Hubungan kami sedikit merenggang dari biasanya. Namun, aku sama sekali tidak menduga kalau ternyata semua ini disengaja. Aku baru menyadarinya sekarang.
Kemarin ada ulangan Bahasa Inggris. Malamnya aku tidak belajar karena keasyikan nonton TV. Jadi aku mengharapkan Dita seperti biasanya.
Lagi-lagi Dita tidak mau menolongku. Waktu ulangan dia tidak mempedulikanku. Sampai berbuih mulutku membisikkan namanya. Tiba-tiba dia menjadi tuli. Dia tidak mau melihatku. Bahkan dia selalu menutupi pekerjaannya dari pandanganku. Padahal biasanya Dita sendiri yang lebih dulu menawarkan bantuan padaku.
Aku benar-benar kesal jadinya. Aku ingin marah, tapi dia sengaja menghindariku. Aku pun mulai menangkap adanya unsur kesengajaan pada sikap Dita selama ini.
“Dit, aku mo ngomong!” kataku ketika diumumkan jam terakhir kosong. Pak Ridwan yang seharusnya mengajar Tata Negara ada keperluan lain.
“Ak… aku mau ke belakang, Shin!” suara Dita tergagap.
“Kamu bohong! Kamu emang sengaja menghindariku, kan?”
“Shinta, aku …”
Aku mendengus.
“Baiklah, Shin!” Dita mengalah. Dia kembali duduk di kursinya. “Bicaralah!”
Aku menetapnya tajam. Dia membalas tatapanku dengan tenang. Ini membuat dadaku semakin panas. Aku merasa diremehkan.
“Apa maksud sikapmu selama ini, Dit? Kamu berubah banyak. Mengapa?” semburku tanpa kendali. “Sepertinya kamu sengaja menjauhiku. Bahkan kamu sengaja ingin menjatuhkanku.”
“Shinta, jangan menuduh seburuk itu!”
“Lalu maksudnya apa? Tidak mau meminjamkan catatan, mengopikan PR, nyontekin ulangan. Padahal biasanya nggak gitu, kan? Bahkan keliatannya kamu tidak mau lagi bersamaku, kamu selalu ngumpul dengan anak lain. Apakah itu bukan pertanda kamu ingin hubungan kita memburuk?”
Dita menghela napas, berat sekali tampaknya. Kemudian mendesah.
“Ak… aku… ah! Betapa sulit menjelaskan semua ini padamu, Shin. Hanya saja aku baru menyadari, selama ini aku salah memperlakukanmu. Aku terlalu memanjakanmu. Itu jelas salah. Tidak mendidik. Kelak justru akan menjerumuskanmu. Aku hanya ingin kamu mandiri, tidak tergantung padaku.”
“Kamu…!” Gigiku gemerutuk menahan marah. Ocehan Dita yang ngawur itu menusuk perasaanku. Apalagi pertengkaran kami menarik perhatian anak-anak lain. Mereka berbisik-bisik, tersenyum, bahkan cekikikan mengejek. Dan aku tahu, mereka semua pasti memihak Dita.
“Mandiri katamu? Kamu pikir kamu sendiri mandiri, hah? Tidak butuh orang lain? Ingatlah, Dit, siapa yang menolongmu saat kesusahan? Siapa yang membantu keluargamu ketika tertimpa musibah? Bercerminlah, Dit! Berhitunglah! Baru kamu boleh menepuk dada!”
“Shinta, kamu…” Wajah Dita memucat. Bibirnya gemetar. Matanya berkaca.
Aku tersenyum sinis. Aku menang. Aku telah berhasil membuatnya tak berkutik. Biar tahu rasa! Dia pikir siapa yang menyelamatkan dia dan keluarganya dari kesengsaraan saat Bapaknya di-PHK? Aku yang mati-matian membujuk Papa. Kini dia malah tak tahu terimakasih.
Air yang terlalu penuh di mata Dita akhirnya membentuk suatu aliran di pipinya. “Sampai hati kamu, Shin. Kamu…”
“Kamu pikir, kamu sendiri tidak melukai perasaanku? Tidak membuatku tersinggung?” Aku memotong. “Baik, kalau kau ingin persahabatan kita sampai di sini, kamu tidak perlu memberi alasan macam-macam.”
Aku berdiri, dan melangkah pergi.
“Shinta…”
Aku masih sempat mendengar desah lirih Dita.

*** Bersambung ke Bagian Berikutnya, ya...! ***

Dia Tidak Butuh Aku Lagi ( Bagian 2 )


AKU mengatur napasku yang ngos-ngosan. Maklum, dari bangun pagi tadi aku terus diburu-buru waktu. Lari sana lari sini. Pembantu dan orang rumah ikut repot dibuatnya, karena aku berteriak-teriak senewen, memberi perintah ini itu.
Sebenarnya bangunku tidak telat-telat amat. Sering aku bangun lebih lambat, tapi masih bisa mengerjakan segala sesuatunya dengan santai. Masalahnya, hari ini aku belum ngerjain PR Geografi yang akan diperiksa pada jam pertama nanti. Jadi, mau nggak mau aku harus datang lebih awal, nyari Dita lalu ngopi PR-nya.
Setelah napasku mulai teratur, aku melangkah masuk. Hampir saja aku meneriakkan nama Dita, tapi kuurungkan karena menyadari tidak ada seorang makhluk pun di dalam kelas. Mungkinkah Dita belum datang? Kulihat tasnya pun belum ada. Aneh juga, biasanya dia adalah orang pertama yang ngendon dalam kelas.
Aku menunggu. Satu-satu teman-teman sekelasku bermunculan. Mereka kemudian asyik mendiskusikan PR Geografi, saling membandingkan pekerjaan masing-masing. Rame dan seru.
Ada keinginan untuk bergabung dengan mereka. Tapi aku ragu. Aku sadar, tidak begitu disukai mereka. Menurut mereka, aku sombong dan angkuh. Suka memamerkan kekayaan orangtua. Padahal menurutku wajar. Aku cuma memakai yang aku punya, menceritakan hal yang sebenarnya. Aku bukan membual atau sekedar mengada-ada. Kenapa mereka mesti ribut? Dasar mereka aja yang sirik!
Mending aku menungggu Dita. Cima dia yang paling mengerti aku. Dia juga selalu membantuku bila aku perlu. Tapi sampai bel tanda masuk berbunyi, Dia belum nongol juga. Ingin bolos, sudah terlambat. Sosok Pak Arman sudah tampak di ujung koridor. Aku pasrah menunggu nasib.
Seperti biasa Pak Arman memeriksa PR kami sebelum melanjutkan pelajaran. Wajah beliau berubah sangar ketika mendapat1 bukuku hanya berisi soal tanpa jawaban. Tanpa banyak kata, telunjuknya terancung ke pojok kelas. Dengan menahan malu, aku berdiri di depan kelas, persis anak SD yang kena setrap.
Tiba-tiba Dita muncul di depan pintu kelas.
“Maaf, permisi, Pak!” salamnya.
“Oya, silakan masuk, Dit!” jawab Pak Arman tanpa nada marah.
Semua yang mendengar berpandangan heran. Biasanya Pak Arman tidak memberi ampun murid yang terlambat.
“Kotaknya saya taruh di atas meja Bapak, di kantor.”
“Ya, terimakasih!” Pak Arman tersenyum. “PRmu kumpulkan, Dit!”
Dita mengambil buku dari tasnya, kemudian memberikannya kepada Pak Arman. Pak Arman memeriksanya sebentar sambil mengangguk-angguk puas.
Dadaku sesak oleh rasa mangkel. Hatiku sibuk memaki Dita. Sialan! Tak ada rasa bersalah di wajahnya. Bahkan menolehpun tidak. Dia berbuat seolah aku tidak pernah ada. Mestinya dia tahu, aku memerlukannya tadi pagi. Mestinya dia ke kelas dulu sebelum membantu Pak Arman.
Aku melirik Dita. Anak itu tetap tenang-tenang saja. Aku menggeram marah.

*** Bersambung ke Bagian Berikutnya, ya..! ***

Tuesday, December 4, 2018

Dia Tidak Butuh Aku Lagi ( Bagian 1 )


SIANG ini panas sekali. Sang bagaskara seakan murka sehingga menghukum penghuni bumi dengan menyorotkan sinar teriknya. Bumi yang sudah gersang ini terasa semakin garing.
Aku segera mengeluarkan buku catatanku ketika Bu Warti meninggalkan catatan untuk kami. Bukan untuk menaati instruksi itu, tapi untuk kipas-kipas karena gerah. Panas-panas begini, guru yang dapat gaji saja malas ngajar, apalagi murid yang sudah membayar, disuruh belajar pula.
Ketika anak-anak lain mulai mencatat walau dengan ogah-ogahan, aku malah asyik jelalatan. Tempat dudukku memang paling strategis untuk intip-mengintip. Dekat jendela soalnya. Dari sana aku bisa melihat kantin, lapangan basket, dan tiga kelas yang kebetulan penghuni cowoknya paten-paten punya. Lumayan buat ngilangin kantuk.
Dua kelas lain tampak sepi, tapi kelas III Fisik tidak. Sebagian besar penghuninya bertebaran ke mana-mana. Ada yang nongkrong di kantin, menikmati segelas es jeruk yang menggiurkan, sambil ngerumpi. Beberapa anak cowoknya nekat main basket. Mereka memang lain dengan cewek yang memikirkan efek sinar ultra violet pada kulit. Sebagian lagi duduk-duduk saja di depan kelas.
Jelas aku lebih suka memperhatikan polah mereka daripada capek mencatat. Apalagi di sana ada Dani, cowok Sang Ketua Osis yang diam-diam kutaksir. Abis, orangnya manis, sih! Terutama senyumnya. Ditambah alis tebal yang melengkapi sepasang mata setajam mata elang itu. Udah gitu, orangnya pintar dan baik lagi. Gimana kita nggak kepincut?
Eh, ah! Wajahku seperti terbakar ketika asyik memperhatikan, Dani yang sedang mendriblebola tiba-tiba menoleh ke kelasku. Senyum semanis madu itupun spontan terukir di bibirnya.
Sekejap memang, tapi cukup membuatku serasa terbang di awing-awang.
“Duh… duh!” celetuk Mira yang duduk di belakangku. “Panas-panas begini masih sempat main mata!”
Aku mencibir. Dasar sirik! Gerutuku dalam hati.
Aku mengembalikan pandangan ke papan tulis. Di sana sudah penuh tulisan Nevi, sekretaris kelas yang kerajinannya sudah tidak diragukan lagi. Makin malas aku melihatnya.
“Nanti aku pinjam catatanmu ya, Dit!” kataku pada Dita yang duduk di sebelahku.
Dita menoleh segan. “Aku juga sedang malas nyatat, Shin.”
“Apa?” Aku mengerutkan kening.
Sejak kapan sobatku ini kenal kata malas? Sejak aku mengenalnya kira-kira lima tahun lalu, setahuku Dita mengharamkan kata malas ada dalam kamus hidupnya. Sebaliknya aku selalu dijangkiti penyakit itu. Mungkin justru itu yang membuat kami klop selama ini.
Aku menlongok buku Dita, penasaran. Ternyata benar, kosong melompong. Jadi, ngapain Dita yang sejak tadi kulihat terus memelototi buku sambil menggenggam pulpen? Bengong?
Bodo, ah! Aku malas mikir. Dasar pemalas!
Akhirnya aku kembali menikmati kesenanganku, memandang ke luar jendela.
*** Bersambung ke Bagian Berikutnya, ya...! ***

Kepsek Banjarbaru Antusias Daftar Sekolah Penggerak

Para kepala sekolah di Banjarbaru antusias mendaftar Program Sekolah Penggerak (PSP). Antusiasme ini terlihat di Aula Pangeran Antasari, Lem...