Thursday, December 6, 2018

Dia Tidak Butuh Aku Lagi ( Bagian 5 )


DENGAN  dada berdebar kubuka buku ulangan matematikaku yang baru dibagikan Ibu Rusmini. Dada ini seakan meledak bahagia ketika kutemukan angka delapan terpampang di sana. Tidak sia-sia segala yang kulakukan sebulan belakangan ini. Kukorbankan banyak kesenangan untuk memperbanyak waktu belajar. Hari-hari yang biasanya kuhabiskan di depan TV atau kelayapan ke pusat pertokoan, kini kugunakan untuk memelototi buku.
Orang-orang rumah heran berat melihat perubahanku. Tapi mereka senang, dan sangat mendukung. Bik Nah rajin membuatkan secangkir coklat hangat bila aku begadang malam-malam, gara-gara rumus yang belum terpecahkan. Kalau siang terik aku nekat menghapal, segelas es juice dibikinkannya untuk menemaniku. Begitu juga Mama, makin suka memenuhi kulkas dengan berbagai cemilan.
Semua tidak sia-sia. Nilai-nilai ulanganku tidak ada yang jelek lagi, bahkan rata-rata cukup bagus. Dan nilai-nilai itu murni hasil kemampuanku, jerih payahku. Tanpa bantuan Dita.
Buk! Buk! Bu Rusmini memukul penggaris ke papan tulis karena kelas mulai gaduh. Anak-anak rame membandingkan hasil ulangan masing-masing.
“Kalian sudah lihat hasil ulangan kalian masing-masing. Sebagian besar jelek. Hanya beberapa yang cukup. Bahkan cuma satu yang dapat bagus.” Bu Rusmini menatapku sambil tersenyum. “Karena Ibu ada rapat, harap waktu kalian gunakan untuk membahas soal-soal itu! Diskusikan dengan Shinta, bila ada yang ingin kalian tanyakan! Karena dialah yang kali ini memperoleh nilai tertinggi.”
Bu Rusmini keluar kelas, meninggalkan anak-anak yang semuanya tercengang menatapku. Aku jadi jengah dan salah tingkah. Aku mengambil buku dan pura-pura tekun belajar.
“Shin!” Sebuah tangan singgah di bahuku.
Aku menoleh. Kulihat Mayang memandangku ragu.
“Ajari aku yang nomor tujuh, ya! Aku nggak ngerti sama sekali.”
Aku tertegun. Namun cepat-cepat tersenyum untuk menghilangkan keraguan di wajah Mayang. “Mana?”
Pelan-pelan kuterangkan penyelesaian soal yang ditanyakan Mayang. Saking asyiknya aku tidak menyadari ada beberapa teman lain yang ikut nimbrung. Aku baru tahu ketika selesai menerangkan.
“Ooo … begitu!” Mereka berkoor barang. “Trim’s, Shin!”
Aku mengangguk, Ada rasa bahagia melintas di hatiku.
Ketika anak-anak mulai asyik mencoba soal yang lain, aku merasa ada yang memperhatikanku. Dan aku menemukan mata Dita yang menatapku dengan binar bangga.
Aku membuang muka. Berjuta perasaan aneh berbaur dalam dadaku. Kebencian, keheranan, kemenangan, dan juga kehilangan.

*** Bersambung ke Bagian Berikutnya, ya...!"

No comments:

Post a Comment

Kepsek Banjarbaru Antusias Daftar Sekolah Penggerak

Para kepala sekolah di Banjarbaru antusias mendaftar Program Sekolah Penggerak (PSP). Antusiasme ini terlihat di Aula Pangeran Antasari, Lem...