Friday, February 21, 2020

Bali Tanpa Kuta


Kata orang, ke Bali tanpa ke Kuta belum sempurna. Tapi bagi Penulis Jadul, tak apalah tidak sempurna. Yang penting, sudah pernah menginjakkan kaki di Pulau Bali. Karena penulis bukan golongan orang yang mudah bila mau ke Bali. Tinggal pesan tiket pesawat dan hotel lewat aplikasi, selesai. Ada golongan masyarakat yang perlu keberuntungan, baru bisa sampai ke Bali. Ya, seperti Penulis Jadul ini. Hehehe….
------------------------------------------------------------------

Ini lanjutan cerita Penulis Jadul berangkat ke Bali dengan rombongan kantor menjelang tahun baru lalu, 29-31 Desember 2019 yang nginapnya di Hotel Puri Tempoe Doeloe di daerah Sanur. Karena kami berada di Bali menjelang tahun baru, kami disarankan supir yang memandu kami untuk mengihindari wilayah Kuta, karena macet.
Jadi begitulah. Setelah kecapekan karena terlalu malam sampai hotel akibat penerbangan delay, paginya kami terlambat bangun. Sarapan di restoran hotel yang bernuansa tempo dulu. Entah mengapa, kawan-kawan tidak cocok seleranya dengan menu yang disajikan. Beda dengan Penulis Jadul, nasi goreng yang tidak pake lauk, tetap habis disikat. Hehehe… Ditambah buah, jus, dan roti serta teh hangat.
Kami berangkat menuju Bedugul. Menghabiskan lebih dari 1 jam perjalanan naik mobil.  Rutenya menanjak. Sepanjang perjalanan menikmati pemandangan khas Bali yang mungkin tidak ditemukan di tempat asal.  Bangunan yang bernuansa klasik, ditambah banyak pura lengkap dengan warga yang berpakaian tradisional khas untuk sembahyang. Benar-benar terasa suasana magisnya. Pantas saja, Bali dijuluki Pulau Dewata.

Sesampai di tempat tujuan, Ulun Danu Beratan, Bedugul, ternyata penuh dengan pengunjung. Mencari tempat parkir saja lumayan susah. Tempat wisata ramainya seperti pasar malam. Baru kami ingat, bukan sekedar libur tahun baru, tapi bertepatan juga dengan libur anak sekolah. Tidak heran, Bali diserbu sebagai tujuan berlibur.
Setelah membeli tiket, kami pun memasuki kawasan wisata yang ternyata sangat luas yang dikelilingi taman dan bangunan mirip pura kecil. Mendekati danau, makin terlihat keindahannya. Bangunan pura yang agung menjorok ke tengah danau. Latar belakangnya gunung, membuatnya semakin mempesona.

Para pengunjung yang terdiri dari wisatawan asing maupun domestik ramai-ramai mencari spot foto untuk menangkap keindahan tersebut. Sialnya, hape Penulis Jadul cepat sekali drop baterainya, jadi tidak bisa ikutan memoto.
Untungnya, di lokasi ini banyak fotografer yang menawarkan jasa. Bukan menggunakan kamera poloroid seperti jaman dulu, melainkan kamera jaman now yang canggih, lengkap dengan printer mungilnya. Jadi setelah cekrek beberapa kali dengan berbagai gaya dan pose, kita bisa memilih mana yang terbaik untuk dicetak. Hasilnya, pasti lebih bagus dari kamera hape yang kualitasnya pas-pasan. Kami juga menggunakan jasa mereka, meski punya kamera hape masing-masing. Apalagi Penulis Jadul yang hapenya drop sama sekali.

Sebenarnya, di danau ini ditawarkan juga wisata air. Tapi kami hanya berkeliling melihat-lihat kawasan daratnya. Tak terasa hari sudah beranjak siang. Sudah masuk waktu Zhuhur.  Jadi, ketika meninggalkan Danu Ulun Batur, Entis, supir kami langsung singgah ke Mesjid Besar Al Hidayah yang lokasinya berseberangan.
Untuk mencapai mesjid, kami menaiki tangga yang lumayan tinggi. Cukup melelahkan, terutama bagi yang tidak terbiasa mendaki. Tapi sampai di atas, rasa syukur langsung bertambah. Karena dari depan Mesjid, kita bisa menikmati keindahan danau yang terhampar di bawah. Masya Allah…! Untungnya, teman bersedia memotret Penulis Jadul berlatar belakang pemandangan ini, jadi ada kenangan yang dibawa.

Usai Sholat Zhuhur, kami mencari tempat makan siang. Mulanya kami dibawa ke Restoran Saras yang lumayan terkenal. Tapi belum sempat parkir, kami diberitahu bahwa restoran tersebut habis dipesan rombongan besar.  Kamipun dibawa ke rumah makan alternatif lain. Sayangnya, Penulis Jadul lupa nama rumah makannya. Yang jelas, rumah makan Jawa yang menunya nasi… apa gitu… Hehehe… Lupa juga..!
Setelah kenyang, kami melanjutkan perjalanan. Lumayan jauh dan lama. Ternyata kami menuju Tanah Lot. Cukup lama di perjalanan sebelum sampai ke tujuan. Pasalnya, kami juga sempat singgah ke penjual durian di pinggir jalan. Pengen nyoba durian Bali. Katanya, Durian Singaraja. Ternyata isinya bagus dan manis. Tidak ada durian yang berulat, mentah atau busuk. Enak, pokoknya! Kami meneruskan perjalanan ke Tanah Lot setelah memuaskan keingintahuan akan rasa Durian Bali.

Ternyata Tanah Lot sama ramainya dengan Danu Ulun Baratan di Bedugul. Kami juga banyak mendapatkan spot-spot menarik di tempat ini, walaupun Penulis Jadul tak bisa memotonya karena batere hape  yang drop. Tapi di spot paling utama, di pinggir pantai, juga banyak fotografer yang menawarkan jasa. Tentu saja, tawaran ini tidak kami sia-siakan, walaupun tentu saja tidak bisa banyak. Hehehe… Karena bisa menguras dana yang tersisa. Seandainya hape tidak drop, pasti sudah banyak pemandangan indah yang terekam di sini. Tapi syukur juga, masih bisa nebeng kamera teman. Hehehe....

Cuaca mendung akhirnya hujan. Untung, kami sempat berteduh di gazebo besar. Cukup banyak gazebo untuk pada turis berteduh. Ada juga yang menawarkan sewa payung. Bahkan ada yang menjual jas hujan murah meriah.
Ketika hujan mulai mereda dan hanya menyisakan gerimis, kami turun ke karang bawah. Mendekati pura yang berdiri di atas karang yang menjorok ke laut. Sangat eksotik. Terutama ketika mentari mulai turun mendekati cakrawala.

Tapi kami tidak sampai sunset di Tanah Lot. Takut kemalaman kembali ke hotel. Lagipula, kami memutuskan mampir dulu ke Toko Oleh-oleh Khas Bali, Krisna, sebelum kembali ke hotel.  Menurut Entis, ada 3 Toko Krisna. Yang kami datangi yang paling besar, dan berlantai 3.
Semula, Penulis Jadul terheran-heran, karena baru kali itu mau masuk toko mesti ditempeli stiker dulu di lengan baju. Sempat bingung mencari oleh-oleh yang diinginkan. Akhirnya belanja macam-macam, dari pie susu, kaos, daster, kain bali, sampai sandal. Asyik pilih-pilih di toko, sampai lupa waktu.
Akibatnya, kami kemalaman lagi sampai di hotel. Kecapekan lagi. Paginya, malas bangun awal. Gagal mau menyambut sunrise di Pantai Sanur. Hahaha…
Esok harinya, waktu kami sempit, karena sore sudah harus di Bandara Ngurah Rai untuk pulang. Jadi dicari tempat wisata yang tidak terlalu jauh dari Bandara. Semula hendak ke Upside Down World, tapi ternyata tutup. Akhirnya kami ke tempat wisata yang menyuguhkan agrowisata kopi dan juga ayunan. Sialnya, Penulis Jadul lupa nama tempatnya…. Begitulah, bila menulis pengalaman yang sudah lumayan lama berlalu, pasti banyak nama tempat yang terlupa.
Tapi, pokoknya, di tempat ini kami diperlihatkan bagaimana memproduksi kopi luwak. Mulai dari kandang Luwak yang diberi makan biji kopi. Kemudian dibersihkan, disangrai, dan akhirnya ditumbuk. Harum kopi yang disangrai semerbak. Kami pun diberi suguhan 14 minuman berupa berbagai macam kopi dan teh. Kami juga diperbolehkan memesan kopi yang ditawarkan.

Selain wisata minum kopi, di sini juga disediakan ayunan untuk yang ingin menguji adrenalinnya.
Tidak terlalu lama kami di sini, karena ternyata ada peserta rombongan yang ingin singgah di Toko Krisna lagi sebelum pulang. Jadi, kami singgah di Krisna yang lokasinya searah menuju Bandara Ngurah Rai. Tak disangka, Penulis Jadul juga menambah belanjaannya. Hehehe…
Demikianlah kisah perjalanan Penulis Jadul ke Bali akhir tahun 2019 lalu, tanpa sempat ke Kuta. Tak apa. Yang penting sudah pernah berada di Pulau Dewata.
        
                       Banjarbaru, ditulis 20 Februari 2020
Kunjungi, tonton, like, komen, dan subribe juga di channel youtube
Follow Instagram, FB, Twitter, Wattpad, Inspirasi, dan Plukme

Hatrik HUTRI 17 Agustus 2019


Memang ini bukan cerita baru. Tapi karena berkesan, makanya pengalaman ini akhirnya ditulis, supaya ingat. Pasalnya, Penulis Jadul berhasil mengumpulkan 3 piala di momen ini. Meskipun ketiganya Juara 3 semua. Hehehe… Juara 3 Bulutangkis ganda putri, Tenis Meja, dan Mengetik, dari 4 Lomba yang diikuti. Hanya Lomba Baca UUD yang gagal meraih juara.
Sebenarnya, sempat ditulis sebagai berita Majalah Mahing. Tapi gagal dikirim, karena datanya tidak lengkap. Nah, beginilah bunyi beritanya… Hehehe…
------------------------------------------------------------------

Memeriahkan Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-74, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Kalimantan Selatan menggelar banyak lomba khusus untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT). Ada juga yang melibatkan pihak lain, tapi hanya khusus untuk Panjat Pinang.
Pertandingan Bulutangkis dan Tenis Meja mulai paling awal Selasa (13/8), karena memakan waktu paling lama. Kedua olahraga ini hanya mempertandingkan partai ganda putra dan ganda putri, dengan menggunakan sistem gugur, kecuali tenis meja ganda putri yang memakai sistem setengah kompetisi karena hanya diikuti 4 pasangan. Selain pertandingan tenis meja dan bulutangkis, siangnya juga digelar lomba mengetik cepat 10 jari yang diikuti 10 peserta.

Keesokan harinya, Rabu (14/8) pagi Lomba Membaca UUD 1945 dilaksanakan di aula. Sebanyak 15 peserta ikut berpartisipasi. Setelah itu kembali dilanjutkan pertandingan bulutangkis dan tenis meja, yang sudah memasuki babak semifinal dan final untuk putri.

Pasangan Ciriyani/Tumijem berhasil merebaut juara 1 dengan 3 kali menang tanpa kalah. Sementara Farida/Een Marliani sebagai juara 2 dengan membukukan 2 kali menang, 1 kali kalah, dan pasangan Ratnawati/Lis Maulina menjadi juara 3 karena berhasil menang 1 kali dan 2 kali kalah.
Sedang untuk bulutangkis ganda putri Rahmiaty/Ella Agustina meraih juara 1 setelah mengalahkan pasangan Nurul Amini/Een Marliani yang harus puas menjadi juara 2. Untuk juara 3 dimenangkan pasangan Ratnawati/Lis Maulina setelah mengalahkan Aulia Anita/Ciriyani.
Lomba menyanyi yang bersamaan dengan panjat pinang dilaksanakan, Kamis (15/8). Para peserta menyanyikan lagu wajib ‘Hari Merdeka’ dan 1 lagu bebas. Kedua lomba ini digelar di lapangan volley, jadi penonton terpusat di sana. Bisa memberi semangat pada tim yang coba menaklukan ketinggian pohon pinang yang licin diberi oli, sekaligus menonton penampilan para peserta lomba menyanyi.
Setelah perjuangan lebih dari 2 jam, akhirnya tim LPMP Kalsel yang beranggotakan Rusnadi, Elman, Joko, Roly, Hendrayani (Noval) dan Purwanto bisa juga menaklukan pohon pinang. Kerjsama tim, strategi dan perjuangan tak kenal menyerah berhasil menghantarkan Pur ke puncak, mengibarkan bendera merah putih dan memetik beberapa hadiah sesuai dengan ketentuan. Keberhasilan ini disambut meriah penonton yang terus-menerus memberikan semangat.
Siang dan sore harinya, kembali dilanjutkan pertandingan olahraga, tenis meja dan bulutangkis ganda putra yang masih harus mempertandingkan babak semifinal dan final. Akhirnya, final bulutangkis dimenangkan pasangan Nuryanto/Hagi Ismail sebagai juara 1 setelah berhasil mengalahkan pasangan Abdul Rasyid/Ahmad Gafuri yang akhirnya harus puas menjadi juara 2. Sementara gelar juara 3 direbut pasangan Syahruddinnoor/Arif Sri Wiyana yang mengalahkan pasangan Saipurrahman/Roby Suganda.
Jumat (16/8) pagi, digelar Jalan Sehat yang diikuti seluruh ASN dan PTT. Dimulai pukul 07.30, dengan rute, jalan Gotong Royong, Sejahtera, Taruna Praja, Jalan Panglima Batur, dan kembali masuk jalan Gotong Royong. Setelah menyelesaikan rute, dilakukan pengundian doorprize untuk peserta. Setelah itu, digelar lanjutan pertandingan tenis meja ganda putra yang juara 1 diraih pasangan Saipurrahman/Zainurrah, Juara 2 pasangan Djulfiani Ishak/M. Yusuf, dan Juara 3 pasangan Sucipto/Huryin.
Puncak peringatan HUT RI ke-74 diselenggarakan Upacara Bendera, Sabtu (17/8), di halaman LPMP Kalsel yang diikuti seluruh ASN dan PTT 4 Unit Pelksana Teknis Kemdikbud, yakni LPMP, BP PAUD Dikmas, Balai Bahasa dan Balai Arkeologi. Dalam upacara ini juga diserahkan Penghargaan Satya Lancana Karya Satya untuk 24 ASN LPMP Kalsel dan 6 ASN dari BP PAUD Dikmas.
Setelah upacara, diadakan Ramah Tamah seluruh karyawan yang diikuti pembagian hadiah untuk seluruh lomba yang diselenggarakan sebelumnya. lsm
Hasil Lomba Peringatan HUT RI ke-74 Tahun 2019
Jenis Lomba
Juara 1
Juara 2
Juara 3
Bulutangkis Ganda Putra
Nuryanto/Hagi Ismail
Abdul Rasid/Ahmad Gafuri
Syahruddinnoor/Arif Sri Wiyana
Bulutangkis Ganda Putri
Ella Agustina
/Rahmiaty
Nurul Amini/Een Marliani
Ratnawati/Lis Maulina
Tenis Meja Ganda Putra
Saipurrahman
/Zainurrahmi
Djulfiani Ishak/ M. Yusuf
Sucipto/ Huryin
Tenis Meja Ganda Putri

Ciriyani/Tumijem

Farida/Een Marliani
Ratnawati/Lis Maulina
Lomba Baca UUD 45
Rini Fitriani
Nurul Amini
Ari Kesnawati
Lomba Mengetik Cepat 10 Jari

Fajar Triatma

M. Rafsanjani

Lis Maulina
Lomba Nyanyi Putri
Farida
Mila Rismiaty
Mursyidah
Lomba Nyanyi Putra




Banjarbaru, ditulis 21 Februari 2020
Kunjungi, tonton, like, komen, dan subribe juga di channel youtube
Follow Instagram, FB, Twitter, Wattpad, Inspirasi, dan Plukme

Thursday, February 20, 2020

Ayo Ikut #MencatatIndonesia


Ayo ikut #mencatatIndonesia! Bagaimana caranya? Dengan ikut berpartisipasi mengisi Sensus Penduduk (SP) 2020 secara online. Caranya mudah, kok. Hanya dengan menggunakan gadget dengan koneksi internet. Tapi sebelumnya, siapkan dulu no KK dan NIK supaya bisa masuk.Setelah masuk, tinggal isi jawaban pertanyaan yang diajukan. Begitu…

Kok, ikut-ikutan heboh sensus penduduk, sih?
Begini, ceritanya Penulis Jadul ditugasi atasan menghadiri Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) SP2020 Provinsi Kalimantan Selatan yang dilaksanakan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Selatan, Selasa (18/02), di Hotel Rodhita, Banjarbaru. Tujuannya tentu saja untuk menunjang keberhasilan Sensus Penduduk Online Provinsi Kalimantan Selatan, jadi mereka mengundang perwakilan 89 dinas, instansi atau lembaga pemerintah untuk menjadi anggota Kelompok Kerja (Pokja) SP2020 agar bisa mensosialisasikannya ke seluruh pegawai di instansi tersebut.

Dalam surat undangan, selain mengisi biodata peserta lewat link, Penulis Jadul juga melakukan cek keberadaan NIK dan No KK melalui sensus.bps.go.id/cek sebagaimana yang diminta. Karena kebetulan scan KTP, KK, dan berkas lainnya disimpan di laptop , jadi tinggal dibuka, kemudian masukkan NIK dan no KK di tempat yang diminta, juga kode yang ada.

Karena data Penulis Jadul ada dalam database, keterusan mengisi jawaban pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Sebentar saja, selesai. Tadinya, ingin disimpan sementara dulu. Tapi khawatir saat registrasi rakorda diminta bukti pengisian, akhirnya memberanikan diri untuk mengirim, sehingga bisa mengunduh buktinya.

Tapi ada yang berbeda ketika Penulis Jadul mengikuti seremoni pembukaan kegiatan. Bila biasanya peserta hanya diminta menyanyikan lagu Indonesia Raya. Dalam kegiatan ini, ditambah 2 lagu lagi, yakni : Lagu Mars Statistik dan Mars Bergerak. Jujur, baru pertama kali itulah Penulis Jadul mendengar kedua lagu itu. Kalo Mars Statistik, bisa ditebak, pasti lagu BPS. Namun Penulis baru tahu Mars Bergerak ternyata lagunya Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Tinggal di Kalsel, tapi baru tahu lagu itu sekarang. Payah, ya,,? Hehehe…
Karena ditugasi mengikuti kegiatan ini, mau tak mau mau Penulis Jadul harus bertanggungjawab melaksanakan amanah untuk menyebarluaskan informasi tentang SP2020 secara online ini kepada seluruh masyarakat Indonesia. Pelaksanaannya sudah sejak 15 Februari lalu sampai 31 Maret mendatang. Ayo, buruan, jangan sampai ketinggalan! Supaya kita semua ikut #mencatatIndonesia menuju 1 data kependudukan Indonesia. Supaya tidak ada lagi kesimpangsiuran data, sehingga mudah melakukan evaluasi dan perencanaan pembangunan di masa mendatang.

Tapi bila gagal ikut SP2020 secara online, bulan Juli mendatang akan data petugas sensus yang akan mendatangi dari rumah ke rumah untuk melakukan konfirmasi dan klarifikasi. Cara ini juga digunakan untuk mereka yang berada di daerah terpencil, yang koneksi jaringan internetnya terbatas atau tidak ada sama sekali.
Nah, bila jaringan internet di tempatmu bagus, ayo segera ikut #mencatatIndonesia…! Demi Indonesia menjadi lebih baik di masa mendatang. Jangan menunggu didatangi petugas…!

Kunjungi, tonton, like, komen, dan subribe juga di channel youtube

Ikuti juga Instagram, FB, Twitter, Wattpad, Inspirasi, dan Plukme




Tuesday, February 11, 2020

‘The Flu’, Jangan Lepas Maskermu –


Ada yang nonton Film Korea berjudul ‘The Flu’ yang ditayangkan Tran 7, Minggu, 9 Februari 2020 petang lalu? Penulis Jadul nonton, tapi sudah setengah tayang. Karena seru, jadi penasaran pengen nonton cerita awalnya. Ternyata susah-susah gampang mencari filmnya. Di Youtube ada, tapi subtitelnya tidak jelas. Jadi, cari lagi ke sumber lain. Akhirnya nemu di rebahin.net walau loading lama.
----------------------------------------------
Ternyata durasi film yang diprodusi tahun 2013 ini panjang juga, lebih 2 jam. Berawal dari kedatangan imigran ilegal dari Vietnam yang diselundupkan dalam peti kemas. Salah seorang dari puluhan imigran tersebut sakit flu dan batuk-batuk. Sesampainya di Korea, semua tenaga kerja ilegal tersebut mati, kecuali 1 orang. Bernama Moon Sai.
Kedatangan dan kematian para imigran ilegal ini berusaha disembunyikan, Byoung Ki dan Byoung Wo, kakak beradik semula yang ditugasi  menjemput para imigran  kemudian diminta menutupi masalanya. Mereka mengejar Moon Sai yang berhasil melarikan diri. Mereka tidak menyadari Byoung Wo sudah tertular virus dan menyebarkan virus tersebut ke hampir seluruh wilayah yang mereka jelajahi.
Sementara itu, seorang petugas SAR, Kang Ji Go jatuh cinta pada Kim In Hae, dokter spesialis yang menangani flu burung yang kebetulan pernah diselamatkannya. Ji Go tertemu putri In Hae, Kim Mi Reu yang baru berumur 7 tahun karena hendak mengembalikan tas In Hae yang ketinggalan di lokasi penyelamatannya.
Ditinggal In Hae yang dipanggil rumah sakit akibat Byoung Wo yang sekarat dan diketahui mengidap penyakit flu burung, Mi Reu justru bertemu Moon Sai dan memberinya makanan. Mengetahui Moon Sai sakit, dia memanggil Ji Go karena pekerjaan sebagai petugas SAR.
Saat itu, kondisi Kota Bundang yang letaknya tidak terlalu jauh dari Kota Seoul, 15 km (berarti Banjamasin-Gambut), semakin kacau. Warga berebut masker dan bahan kebutuhan pokok. Instruksinya, ‘Jangan Lepaskan Maskermu!’. Walikota yang semula menganggap remeh akhirnya melapor pada perdana menteri ketika korban berjatuhan, bahkan menimpa petugas rumah sakit.
In Hae semula diajak ikut mengungsi, tapi dia berkeras mencari Mi Reu yang ditinggalkannya. Mereka bertemu dengan bantuan Ji Go. Tapi gagal ikut mengungsi karena Mi Reu mulai batuk sehingga tidak diperbolehkan naik helikopter. Mereka justru dibawa ke kamp karantina bersama ribuan penduduk Bundang lainnya. Di sini, In Hae berusaha menyembunyikan kondisi Mi Reu, karena mereka yang positif tertular dipisahkan. Ada rumor yang menyatakan, mereka dibunuh.
Untungnya, dalam kekacauan, keberadaan Moon Sai ditemukan. In Hae berjuang agar Mi Reu mendapatkan antibiotik dengan menyuntikkan darah Moon Sai. Mengenali Mi Reu yang sakit, Moon Sai dengan sukarela mengijinkan In Hae mengambil darahnya.
Namun kekacauan di kamp karantina semakin tidak terkendali. Apalagi rumor mereka yang masih hidup ditumpuk dengan mayat terbukti benar. Mi Reu salah satunya. Untung Ji Go berhasil menemukannya, dan keadaan Mie Reu justru semakin membaik karena sudah mendapatkan antibodi.
Kerusuhan di Bundang mengundang perdebatan politik sengit di antara petinggi negara. Presiden  Korea Selatan berselisih paham dengan perdana menteri yang menyetujui keinginan Duta Besar Amerika Serikat untuk menembak mati penduduk Bundang yang berkeras hendak memasuki Seoul.  Ketika Presiden menolak, dia mengancam memborbardir penduduk Bundang dengan pesawat tempur. Katanya, demi menyelamatkan penduduk dunia, penduduk Bundang akan dikorbankan.
Tapi tokoh presiden yang diperankan Cha In Pyo ini merupakan pemimpin idaman yang berani melindungi rakyat meski menentang Amerika yang jadi sekutunya. (Katanya, dalam film Tower, Cha In Pyo juga menjadi presiden dengan karakter serupa. Jadi pengen nonton film ini juga. Hehehe…)
Jadi, bukan hanya Ji Go tokoh pahlawan di film ini, Presidennya juga. Yang berani memerintahkan Menteri Pertahanan untuk menyiapkan misil dan menembak jatuh pesawat tempur yang memasuki Seoul, meskipun itu pesawat Amerika. Kata sang presiden, dia melindungi penduduk Bundang yang merupakan rakyat Korea.
Harus diberi tepuk tangan tokoh presiden seperti ini, Semoga bukan sekedar tokoh fiksi belaka.
Selanjutnya bagaimana…? Kalian nonton sendiri lah, ya…! Atau sudah nonton kemarin. Seru banget kan, ya? Soalnya, para pemainnya juga aktor dan aktris watak yang wajahnya pasti tidak asing lagi bagi penggemar Film atau Drama Korea.

Sutradara : Kim Sung Su
Penulis : Lee Young Jong, Kim Sung Su, Park Hee Kwon
Pemain :
Jang Hyuk sebagai Kang Ji Go
So Ae sebagai Kim In Hae
Park Min Ha sebagai  Kim Mi Reu
Lee Hee Joon sebagai Byoung KI
Lee Sang Yeob sebagai Byoung Wo
Cha In Pyo sebagai Presiden Korea Selatan

Sumber/ foto
http://asianwiki.com/The_Flu_(Korean_Movie)

Kunjungi, tonton, like, komen, dan subribe juga di channel youtube
Follo Instagram, FB, Twitter, Wattpad, Inspirasi, dan Plukme

Kisah Sedih di Miracle In Cell No 7


Heboh Film Korea berjudul ‘Miracle In Cell No 7 dibuat ulang versi Indonesia membuat Penulis Jadul penasaran untuk menontonnya. Ternyata film ini cukup mudah ditemukan, karena tercatat sebagai film paling laris dan paling sedih. Maka, nontonlah Penulis Jadul di Youtube.

Tersebutlah Ayah dan Anak, Lee Young Go yang memiliki keterbatasan kecerdasan dan Lee Ye Seung, gadis 7 tahun yang lebih dewasa dari umurnya untuk bisa mengurus mereka berdua. Hidup bahagia meski dengan kesederhanaan.
Lee Ye Seung ingin memiliki tas cantik Sailor Moon, namun menunggu ayahnya menabung gajinya. Tapi tas yang mereka incar sekian lama sudah dibeli Ji Young, putri Komisaris Polisi Ji Young Bu.
Suatu hari, Lee Young Go dituduh membunuh Ji Young karena dendam telah dipukul Komisaris Ji Young Bu. Padahal, waktu itu dia hanya mengikuti Ji Young yang ingin menunjukkan toko yang menjual tas yang sama kemudian berusaha menolongnya ketika Ji Young jatuh.
Tanpa proses penyelidikan dan pengadilan yang adil, Young Go dijebloskan dalam penjara, meninggalkan putrinya Ye Seung sendiri. Young Go yang lugu melakukan apapun yang disuruh karena dijanjikan bisa bertemu Ye Seung.
Di penjara, dia dijebloskan di sel no 7 yang dihuni para penjahat;  So Yang Ho, ketua genk yang buta hurup, Choi Chun Ho, Gang Man Beom, Shin Bong Shik, dan Pak Tua Seo. Semula mereka memperlakukan Young Go dengan buruk. Tapi So Yang Ho diselamatkan Young Go berusaha membalas dengan menyelendupkan Ye Seung ke dalam penjara.
Mereka berhasil menyelundupkan masuk tapi gagal menyelundupkannya ke luar. Pasalnya, penjaga penjara memergoki. Mereka semua dihukum. Tapi kemudian terjadi kerusuhan di penjara dan lagi-lagi Young Go menyelamatkan Kepala Sipir Komandan Choi. Karena merasa heran orang selugu Young Go dituduh membunuh, dia berusaha menyelidiki kembali kasus tersebut.
Meski terdapat berbagai kejanggalan, tetap Young Go dinyatakan bersalah. Karena berhubungan dengan Komisaris Polisi, konspirasi berlanjut meski Young Go didukung banyak saksi yang meringankan. Young Go mengakui kejahatan yang tidak dilakukannya karena demi keselamatan putrinya yang terancam. Karena itulah, vonis memutuskan dia dihukum mati.
Tentu saja hal ini membuat mereka yang mengenal Young Go tidak rela. Mereka merencanakan pelarian Young Go dan Ye Seung. Tapi berhasilkah mereka? Silakan nonton sendiri film bagus yang didukung aktor dan aktris handal Korea ini.

Sutradara : Lee Hwan Kyung
Penulis : Yoo Young Ah, Kim Yong Shik, Kim Hwang Sung, Lee Hwan Kyung
Pemain :
Ryu Seong Ryong: Lee Young Go
Kal So Won : Lee Ye Seung (muda), Park Shin Hye : Lee Ye Seung (dewasa)
Oh Dal So ; So Yang Ho
Park Won Sang : Choi Chun Ho
Kim Jung Tae : Gang Man Beom
Jung Man Shik : Shin Bong Shik
Kim Ki Cheon : Old Man Seo
Park Kil So : Komandan Choi
Jo Jae Yoon : Petugas Kim
Jo Duk Hyun : Komisaris Polisi Ji Young Bo
Sumber foto
https://mydramalist.com/4517-miracle-in-cell-no.-7
Banjarbaru, 11 Februari 2020

Kunjungi, tonton, like, komen, dan subribe juga di channel youtube
Follo Instagram, FB, Twitter, Wattpad, Inspirasi, dan Plukme

Monday, February 10, 2020

Jurnalis, Kerja Orang Gila


 Selamat Hari Pers Nasional. Ingat momen ini karena banyak spanduk bertebaran. Pasalnya, orang nomor 1 negeri ini ikut hadir dalam rangkaian peringatan Hari Pers Nasional Tahun 2020 yang dilaksanakan tanggal 5-9 Februari lalu. Momen ini menginggatkan lagi Penulis Jadul ketika masih berkecimpung di dunia tanpa koma ini puluhan tahun lalu.

Pekerjaan orang gila, demikian istilah yang diberikan salah seorang wartawan senior, Rosihan Anwar tentang pekerjaan seorang jurnalis. Pasalnya, jam kerja seorang jurnalis itu selama 24 jam 7 hari. Tak ada istilah libur.
Semula ketika diberitahukan pertama kali, Penulis menganggapnya lebay kalau istilah sekarang. Terlalu hiperbola atau melebih-lebihkan. Pasalnya, digambarkan saat Penulis Jadul training sebelum bekerja sebagai jurnalis atau wartawan di Banjarmasin Post Group, perusahaan media terbesar pada saat itu.
Sebelumnya, Penulis Jadul mengikuti proses perekrutan sebagai wartawan karena ikut melamar lowongan kerja sebagai anggota redakso yang ditawarkan di Banjarmasin Post. Meski kualifikasi pendidikan yang diminta adalah Sarjana (S1), tapi Penulis tetap nekat memasukkan lamaran dengan Ijazah D3, karena merasa punya kemampuan menulis.
Alhamdulillah, tetap dipanggil mengikuti seleksi sebagaimana puluhan peserta lainnya.  Kalau tidak salah saat itu Bulan Agustus 1999. Mulanya seleksi tertulis. Materinya pengetahuan umum, dan psikotes juga. Ada juga tes mengarang bebas. Kemudian tes Bahasa Inggris, menerjemahkan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. Kalau disuruh mengarang bebas, berlembar-lembar tidak masalah bagi penulis, karena sudah biasa. Kemudian menerjemah, juga tidak masalah karena Penulis memiliki ijazah Bahasa Inggris. Terakhir, saat wawancara, dengan bangga dan optimis, Penulis memperlihatkan kliping cerpen yang dimuat di majalah.
Singkat cerita, Penulis Jadul dinyatakan lulus, dan sebelum bekerja harus mengikuti pelatihan Jurnalistik selama 2 minggu. Kalau tidak salah, ketika itu pesertanya sekitar 20 orang. Pelatihnya, selain dari Banjarmasin Post sendiri, juga ada dari luar, karena Banjarmasin Post sudah masuk dalam grup nasional Kompas, salah satunya adalah Yusran Pare dan 1 lagi lupa namanya, tapi beliau dari Harian Bernas, Semarang yang juga merupakan anggota grup Kompas.
Selain materi dari para pelaku jurnalisme, kami juga diberikan modul yang berisi materi dan soal-soal yang harus kami selesaikan. Meskipun waktu itu sudah ada komputer, tapi kami diwajibkan menyelesaikan soal-soal tersebut menggunakan mesin tik kuno yang bentuknya besar dan berat. Bila salah, kami tidak boleh menghapus menggunakan tip ex, melainkan mengulang mengetik dari awal.
Begitulah… Baru pelatihan saja kami sudah digojlok sedemikian rupa. Peserta mulai menyusut satu per satu. Para pelatih sengaja, bahkan memberi kesempatan yang tidak sanggup untuk mundur. Karena kerja wartawan itu berat, jauh lebih berat dari pelatihan yang kami hadapi.
Penulis Jadul sendiri sempat berniat mundur. Tapi orang tua mengingatkan dan menguatkan, makanya tetap bertahan. Katanya, gambaran yang diberikan pelatih untuk mempersiapkan kami menghadapi kondisi terburuk. Padahal kenyataannya, belum tentu seburuk itu. Kalaupun seburuk itu, kami sudah siap, tidak kaget lagi.
Maka Penulis Jadul bertahan. Sampai akhir pelatihan selama 2 minggu. Selesai pelatihan di tempatkan di Surat Kabar Harian Metro Banjar, yang merupakan koran baru terbitan Banjarmasin Post untuk pasar masayarakat menengah ke bawah. Terbit pertama tanggl 9 bulan 9 atau September tahun 1999.

Awal-awal, kami kesulita mencari sumber berita. Tidak tahu harus pergi ke mana. Apalagi Koran Metro sama sekali belum ada wujudnya. Tapi seiring waktu, kesulitan ini teratasi karena masyarakat mulai mengenal Metro. Tapi bukan berarti tantangan dan kesulitan semakin ringan.
Benar kata Rosihan Anwar, wartawan itu pekerjaan orang gila yang tidak kenal waktu. Benar juga kata pelatih, tentang gambaran kendalan, tantangan, dan masalah yang akan kami hadapi selama di lapangan. Selama 4 setengah tahun, Penulis Jadul bertahan di dunia tanpa koma milik orang gila, setelah itu memilih mundur teratur sebagai guru honorer di sebuah SMK swasta.
Tapi bukan berarti selama 4,5 tahun jadi wartawan itu tidak enak melulu. Banyak juga sukanya. Pengalaman bertemu orang-orang hebat, belajar banyak fakta kehidupan orang lain. Bisa masuk ke bidang apapun, bergaul dengan banyak orang dengan berbagai latar belakang. Melihat dan mengalami hitam putihnya kehidupan.
Kadang, rindu juga dengan dunia tanpa koma. Rindu menjadi orang gila. Hehehe… Yang jelas, Penulis Jadul rindu bisa menulis selancar ketika masih jadi wartawan, karena diberi target 3 berita per hari. Pekerjaan penuh tekanan yang kadang menyenangkan.
Selamat Hari Pers Nasional untuk rekan-rekan jurnalis. Selamat berjuang di dunia tanpa koma yang tentunya semakin gila karena cepatnya arus informasi lewat teknologi. Tetaplah menulis fakta untuk pelajaran dan hikmah bagi para pembaca.

Banjarbaru, ditulis 10 Februari 2020

Kunjungi, tonton, like, komen, dan subribe juga di channel youtube
Follo Instagram, FB, Twitter, Wattpad, Inspirasi, dan Plukme

Kepsek Banjarbaru Antusias Daftar Sekolah Penggerak

Para kepala sekolah di Banjarbaru antusias mendaftar Program Sekolah Penggerak (PSP). Antusiasme ini terlihat di Aula Pangeran Antasari, Lem...