SEBAGAIMANA yang kuperkirakan, seperti sikap Ardi, Rifkipun menyambutku dengan sinis. Bedanya, Ardi cuma bersikap dingin dan akhirnya luluh. Sebaliknya Rifki cenderung kasar.
“Kamu …” ujarnya terkesiap melihatku. Sepersekian detik kemudian dia langsung memasang wajah garang. “Untuk apa mencariku?”
Aku menarik nafas. Aku maklum dengan sikapnya. Aku toh sudah memperkirakannya. Dan aku sudah mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
“Sekarang masih suasana Lebaran, bukankah saat yang tepat untuk menyambung tali silaturahmi?” jawabku setenang mungkin.
“Lalu?” Rifki seolah tak sabar untuk membuatku enyah dari hadapannya.
“Aku ingin minta maaf.”
“Bukankah seharusnya bukan padaku kamu minta maaf?”
“Aku tahu. Tujuanku sebenarnya juga ingin menemui Mel. Aku berutang maaf padanya. Aku menyesal telah menyakitinya. Akhir-akhir ini aku selalu dihantui rasa bersalah.”
“Akhir-akhir ini…? Setelah lebih dua tahun…? Apa tidak terlambat? Apa kau pikir kata maaf itu tidak menjadi basi?”
“Tak ada kata terlambat untuk minta maaf, Rif!” ujarku geram. Lama-lama sikapnya membuatku gerah juga.
“Begitukah menurutmu?”
Kesabaranku habis. “Daripada bertele-tele, antarkan aku pada Mel. Kita dengar apa pendapatnya. Aku yakin, dia pasti lebih pemaaf darimu.”
“Baik, kalau itu maumu.”
Tanpa banyak bicara, Rifki merogoh saku dan mengeluarkan kunci motor. Ketika dia menstater motornya, aku tahu dia menginginkanku duduk di boncengan. Aku menurut saja.
Tak sampai sepuluh menit kami terguncang-guncang di atas motor. Kami berhenti pinggir sebuah gang kecil, di sebuah lahan tidak terlalu luas yang tampaknya sengaja dijadikan tempat parkir. Cukup banyak kendaraan yang diparkir. Ada beberapa buah mobil dan puluhan motor. Orang-orang pun tampak hilir mudik.
“Ke mana kita? Aku ingin kau mengantarku ke rumah Mel,” ujarku.
“Mel tidak tinggal di rumahnya lagi,” ujar Rifki datar. “Setahun setelah memendam luka karena pengkhianatanmu, dia pindah ke situ.”
Aku mengikuti arah telunjuk Rifki. Sebuah gapura bertuliskan Komplek Pemakaman Muslimin. Dan seketika tubuhku membatu.
*** TAMAT ***
Terima kasih, sudah membaca... Silakan baca juga cerita lainnya, ya!

No comments:
Post a Comment