Sunday, November 4, 2018

Seuntai Maaf, Segumpal Sesal (Bagian 3)


Rasa sesal di dalam hati diam tak mau pergi
Haruskah aku lari dari kenyataan ini
Pernah kumencoba ‘tuk sembunyi
Namun senyummu tetap mengikuti….

TAKBIR berkumandang, menyambut datangnya Idul Fitri, hari kemenangan Umat Islam sedunia.
Seharusnya kemenangan itu juga milikku. Karena baru tahun inilah, aku merasakan nikmat Ramadhan yang hakiki. Sebelumnya bagiku Ramadhan sama dengan bulan lainnya. Bedanya, hanya siang kelaparan dan kehausan karena puasa. Sementara ibadah lainnya tetap kulewatkan seperti biasa.
Baru Ramadhan kali ini aku kembali menyentuh sajadah. Itu karena tiga hari sebelum Ramadhan, tanpa sengaja aku menemukan sajadah, baju koko, sarung, kopiah, dan tasbih yang pernah dihadiahkan Mel padaku. Saat itu kebetulan aku berniat mensortir ulang lemariku, membuang benda-benda yang mengingatkanku pada Riska.
Rasa bersalah semakin menghantuiku. Aku ingat, betapa Mel ingin aku menggunakan hadiah yang diberikannya. Saat itu aku cuma berjanji, tanpa memastikan. Kemudian kusimpan di pojok lemari, tanpa pernah membukanya lagi.
Hari itu kucoba mengenakannya sambil mematut diri di cermin. Dalam hati kubertanya-tanya. Seandainya Mel melihatku memakainya, mungkinkah dia akan memaafkan kesalahanku? Aku tak mau seumur hidup dibebani penyesalan. Aku sangat ingin dia memaafkanku.
Berbekal harapan itu, aku kemudian lari ke toko buku. Kucari buku tuntunan shalat agar bisa kembali mengerjakannya. Itulah pertama kali aku kembali tersungkur di atas sajadah setelah sekian lama berkelana tak tentu arah.
Aku seolah menemukan tempat pelarian yang tepat. Di atas sajadah, aku bisa berkeluh-kesah. Kuadukan segala yang kualami. Kutangisi luka yang menganga. Kutumpahkan kegundahan yang kurasakan. Kuceritakan penyesalan yang menghantui. Sampai akhirnya, tanpa kusadari hidupku kembali terasa ringan, lukaku mengering tanpa terasa perih lagi, serta semangat baru kembali terisi.
Ramadhan kali ini baru aku merasakan arti kemenangan yang sebenarnya. Namun masih ada satu ganjalan. Aku masih berutang seuntai maaf pada seseorang yang sebenarnya berjasa memberikanku kemenangan ini, sehingga segumpal sesal itu masih mengganjal sanubari.
Aku bertekat menuntaskan segalanya. Aku ingin Idul Fitri tahun ini terlahir kembali dalam keadaan fitrah, dan menjadi diriku yang baru. Itulah sebabnya, Idul Fitri ketiga aku berangkat ke kota asal Mel, meski dengan informasi seadanya.

Untunglah aku bisa membujuk Ardi memberikan alamat Rifki. Semula dia enggan. Tapi melihat kesungguhanku, dia akhirnya luluh juga. Aku yakin, melalui Rifki, aku bisa menemui Mel.
*** Bersambung ke Bagian Berikutnya, ya...! ***

No comments:

Post a Comment

Kepsek Banjarbaru Antusias Daftar Sekolah Penggerak

Para kepala sekolah di Banjarbaru antusias mendaftar Program Sekolah Penggerak (PSP). Antusiasme ini terlihat di Aula Pangeran Antasari, Lem...