Saturday, November 10, 2018

Pilihan Karin (Bagian 4 - Tamat)


KARIN kembali ke posisinya sebagai ‘guard’. Menggantikan Amara yang tampaknya kewalahan menghadapi gempuran lawan. Mimi melakukan lemparan samping, ragu untuk menyerahkan bola pada Karin. Dia masih trauma karena kesalahan fatal Karin. Tapi senyum Karin melumerkan keraguannya.
Karin menggiring bola. Gayanya mantap, tenang tapi tetap waspada. Itulah ciri khasnya. Matanya jelalatan mencari teman yang berdiri bebas. Tapi lawan yang bertahan menggunakan system ‘satu-satu’. Semua temannya dikawal.
Karin bergerak lincah. Mempermainkan bola. Lalu dengan satu gerakan, dia melompat dan menembak.
Lawan tersentak. Mereka tidak mengira Karin berani berspekulasi, menshot pada jarak yang sulit dijangkau. Tapi, masuk! Tepuk tangan bergemuruh. Tiga angka untuk Karin.
Lawan menyerang. Tapi berhasil dihadang Ratna. Bola pindah ke tangan Susi, dan kembali pada Karin. Lawan maju menghalangi. Karin bergerak lincah. Lawan kewalahan mengikutinya.
Enny berdiri bebas. Tangan Karin bergerak ke arahnya. Lawan yang menghalangi Karin mundur. Seketika itu juga arah gerakan Karin berubah. Bola malah meluncur ke arah ring. Dan lagi, masuk!
Pertahanan lawan mulai berantakan. Karin dijaga ketat. Tapi kelincahannya tidak berkurang. Setiap tidak bisa bergerak lagi, bola dioper ke teman yang bebas. Dengan leluasa mereka memanfaatkan. Angka terus melaju.
Sambutan penonton kembali meriah. Suporter sekolah Karin yang tadi bungkam, kembali menggemakan gendering perang.
Suasana jadi tegang. Angka susul-menyusul.
***
TAWA dan pekik kemenangan itu mendadak senyap. Serentak mereka menghentikan langkah. Di lapangan parker GOR, Hans menghadang.
Semua menunggu dengan tegang. Karin merapat badannya pada Dicky. Dicky menepuk-nepuk bahu Karin, membagi ketenangan. Wajah cewek itu sedikit pucat.
Hans menghampiri mereka.
“Selamat, Karin! Kamu memang hebat! Aku kagum,” hans mengulurkan tangannya.
Karin terpana. Dia sampai lupa menyambut tangan Hans yang menggantung. Kalau saja Hans tidak meraih tangan Karin, tangan mereka tidak akan bertautan.
“Selamat juga, Dick!” Hans beralih ke Dicky. Dicky bergegas menyambut tangan itu. “Kamu cowok yang beruntung!”
Dicky tersenyum. Semua menghembuskan napas lega.
“Sekarang kita makan-makan, aku yang traktir!”
Ajakan Hans langsung disambut meriah. Dalam keremangan malam yang hanya bertaburan bintang-bintang, Karin dan Dicky saling pandang dan tersenyum. Dicky melihat, bintang di mata Karin jauh lebih cemerlang. Bintang di mata bintang lapangan. ***
Dimuat di Anita Cemerlang Vol. 419 tgl. 8-18 Oktober 1992

Terima kasih sudah membaca... ! Silakan baca juga cerita yang lain, ya...!

No comments:

Post a Comment

Kepsek Banjarbaru Antusias Daftar Sekolah Penggerak

Para kepala sekolah di Banjarbaru antusias mendaftar Program Sekolah Penggerak (PSP). Antusiasme ini terlihat di Aula Pangeran Antasari, Lem...