24 September 1526
“ALLAHU Akbar… Allahu Akbar!”
Setiap kali memekik nyaring, serasa berlipat ganda kekuatannya bertambah. Bersama ayunan mandau dalam genggamannya, selalu ada prajurit Negara Dipa yang tersungkur terkena sabetannya. Kenanga, bersama sisa kekuatan pendukung Pangeran Samudera, berikut ratusan prajurit yang dikirim sebagai bala bantuan dari Demak, membuat pasukan Arya Temenggung yang berlipat-lipat jumlahnya kocar-kacir. Mereka mulai kewalahan dan terdesak hebat.
Utasan yang dikirim untuk minta bantuan ke Demak ternyata tidak pulang dengan tangan hampa. Sultan Trenggono dengan senang hati membantu, meski dengan satu persyaratan, bila Pangeran Samudera menang, dia harus mengizinkan penyebaran syiar Islam di Bumi Kalimantan, khususnya Banjar.
Mulanya, syarat ini dianggap cukup berat. Para utusan tidak berani mengambil keputusan. Namun, ketika Pangeran Samudera bertemu langsung dengan Khatib Dayan --- pimpinan pasukan yang dikirim Demak, mereka cukup lama bercakap-cakap dan berdiskusi, akhirnya memutuskan sebuah kesepakatan, menerima persyaratan.
Kenanga yang mendengar kesepakatan itu merasa sangat lega. Saat ikut perjalanan ke Demak secara diam-diam, dia seolah kembali pulang dengan seberkas cahaya --- Islam. Walau hanya sebentar dia sempat mempelajari Islam, namun dia meyakini kebenarannya yang menurutnya telah lama menjadi pertanyaan terpendam. Ketika Pangeran Samudera menyetujui syiar Islam di Kalimantan, dia pun merasa yakin pijar cahaya kebenaran itu tidak hanya akan menerangi jiwanya, namun kehidupan seluruh rakyat Banjar.
“Hentikan… hentikan perang! Tahan serangan!” teriakan menggelegar, menghentikan hingar-bingar pertempuran.
“Pangeran Samudera telah mengalahkan Arya Temenggung. Raja Negara Dipa telah menyerah,” teriak seorang lelaki gagah, bertubuh kekar. Dia adalah Patih Balitung.
“Kalau begitu, seluruh prajurit Negara Dipa kita tawan!” sambut Patih Kuin gembira.
“Tidak. Para prajurit Negara Dipa dilepaskan. Pangeran Samudera memaafkan seluruh kesalahan pamannya. Beliau membebaskan semua prajurit Negara Dipa untuk kembali pulang.”
“Apa?”
Bukan hanya Patih Kuin, semua prajurit yang terlibat dalam pertempuran tersentak kaget.
“Itu benar. Meski telah didzalimi, Pangeran Samudera dengan ikhlas memaafkan. Karena ketulusan inilah, akhirnya hati Raja Arya Temenggung terketuk. Di hadapan kami dan prajurit lainnya, Arya Temenggung secara resmi menyerahkan kembali tahta kepada Pangeran Samudera. Singgasana Negara Dipa dikembalikan kepada Pangeran Samudera! Hidup Pangeran Samudera!”
“Hidup…!”
“Allahu Akbar! Allahu Akbar!” Pekik kegembiraan terdengar bersahutan.
*** Bersambung ke Bagian Berikutnya, ya...!***

No comments:
Post a Comment