“HAI, Dita ada?” sapaku ketika pintu terbuka.
Dia memandangku sekilas. “Dita pulang.”
“Pulang? Gimana sih Dita ini!” Aku menggerutu. “Padahal sudah janji mau ngerjain tugas bersama.”
“Mungkin dia lupa.”
“Mungkin juga.”
Aku memandangi cewek yang berdiri di depanku dengan seksama. Dita benar, aslinya Ines manis. Tanpa topi wajahnya yang dibingkai rambut lurus sebahu tampak sangat imut dan polos. Apalagi dia memakai pakaian rumah sehingga sedikitpun tampang metalnya tak lagi tersisa.
“Bagaimana kalau kamu saja yang menolongku, Nes?”
Ines gelagapan. Mungkin dia mengira aku akan cepat minta permisi, bukannya memperpanjang pembicaraan. “Maaf, kamu bilang apa tadi?”
“Nama kamu Ines, kan? Kata Dita, kamu kuliah di Sastra Inggris. Nah, kalau begitu kamu pasti bisa membantuku menterjemahkan textbook ini.”
Aku menyodorkan sebuah textbook tebal yang kubawa. Dia memandangnya dengan membelalak.
“Hanya tiga bab, kok. Itu yang akan jadi bahan tugas mid semester bulan dean,” lanjutku menjelaskan.
“Aku... aku tidak tahu apakah aku bisa. Bahasa inggrisku tidak seberapa. Itupun bahasa Inggris umum. Sedang ini kan textbook teknik. Pasti banyak istilah teknik yang tidak aku mengerti.”
“Aku tidak menyuruhmu mengerjakan sendiri. Kita saling bantu. Kalau Dita datang, dia juga harus bantu. Yah, tiga kepala kan lebih baik daripada hanya dua. Kalau ada istilah teknik yang membingungkanmu , serahkan saja pada kami. Yang penting kamu mau membantu, bagaimana?”
Ines tidak menjawab.
“Ayolah, Nes! Jangan khawatir, kamu pasti dapat imbalan sebagai ganti waktu, tenaga, dan pikiran yang kamu korbankan!” Aku membujuk.
Perlahan Ines mengangguk. Aku hampir terlonjak girang melihat anggukan itu. Pancinganku mengena!
*** Bersambung ke bagian berikutnya, ya...

No comments:
Post a Comment