Monday, February 10, 2020

Jurnalis, Kerja Orang Gila


 Selamat Hari Pers Nasional. Ingat momen ini karena banyak spanduk bertebaran. Pasalnya, orang nomor 1 negeri ini ikut hadir dalam rangkaian peringatan Hari Pers Nasional Tahun 2020 yang dilaksanakan tanggal 5-9 Februari lalu. Momen ini menginggatkan lagi Penulis Jadul ketika masih berkecimpung di dunia tanpa koma ini puluhan tahun lalu.

Pekerjaan orang gila, demikian istilah yang diberikan salah seorang wartawan senior, Rosihan Anwar tentang pekerjaan seorang jurnalis. Pasalnya, jam kerja seorang jurnalis itu selama 24 jam 7 hari. Tak ada istilah libur.
Semula ketika diberitahukan pertama kali, Penulis menganggapnya lebay kalau istilah sekarang. Terlalu hiperbola atau melebih-lebihkan. Pasalnya, digambarkan saat Penulis Jadul training sebelum bekerja sebagai jurnalis atau wartawan di Banjarmasin Post Group, perusahaan media terbesar pada saat itu.
Sebelumnya, Penulis Jadul mengikuti proses perekrutan sebagai wartawan karena ikut melamar lowongan kerja sebagai anggota redakso yang ditawarkan di Banjarmasin Post. Meski kualifikasi pendidikan yang diminta adalah Sarjana (S1), tapi Penulis tetap nekat memasukkan lamaran dengan Ijazah D3, karena merasa punya kemampuan menulis.
Alhamdulillah, tetap dipanggil mengikuti seleksi sebagaimana puluhan peserta lainnya.  Kalau tidak salah saat itu Bulan Agustus 1999. Mulanya seleksi tertulis. Materinya pengetahuan umum, dan psikotes juga. Ada juga tes mengarang bebas. Kemudian tes Bahasa Inggris, menerjemahkan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia. Kalau disuruh mengarang bebas, berlembar-lembar tidak masalah bagi penulis, karena sudah biasa. Kemudian menerjemah, juga tidak masalah karena Penulis memiliki ijazah Bahasa Inggris. Terakhir, saat wawancara, dengan bangga dan optimis, Penulis memperlihatkan kliping cerpen yang dimuat di majalah.
Singkat cerita, Penulis Jadul dinyatakan lulus, dan sebelum bekerja harus mengikuti pelatihan Jurnalistik selama 2 minggu. Kalau tidak salah, ketika itu pesertanya sekitar 20 orang. Pelatihnya, selain dari Banjarmasin Post sendiri, juga ada dari luar, karena Banjarmasin Post sudah masuk dalam grup nasional Kompas, salah satunya adalah Yusran Pare dan 1 lagi lupa namanya, tapi beliau dari Harian Bernas, Semarang yang juga merupakan anggota grup Kompas.
Selain materi dari para pelaku jurnalisme, kami juga diberikan modul yang berisi materi dan soal-soal yang harus kami selesaikan. Meskipun waktu itu sudah ada komputer, tapi kami diwajibkan menyelesaikan soal-soal tersebut menggunakan mesin tik kuno yang bentuknya besar dan berat. Bila salah, kami tidak boleh menghapus menggunakan tip ex, melainkan mengulang mengetik dari awal.
Begitulah… Baru pelatihan saja kami sudah digojlok sedemikian rupa. Peserta mulai menyusut satu per satu. Para pelatih sengaja, bahkan memberi kesempatan yang tidak sanggup untuk mundur. Karena kerja wartawan itu berat, jauh lebih berat dari pelatihan yang kami hadapi.
Penulis Jadul sendiri sempat berniat mundur. Tapi orang tua mengingatkan dan menguatkan, makanya tetap bertahan. Katanya, gambaran yang diberikan pelatih untuk mempersiapkan kami menghadapi kondisi terburuk. Padahal kenyataannya, belum tentu seburuk itu. Kalaupun seburuk itu, kami sudah siap, tidak kaget lagi.
Maka Penulis Jadul bertahan. Sampai akhir pelatihan selama 2 minggu. Selesai pelatihan di tempatkan di Surat Kabar Harian Metro Banjar, yang merupakan koran baru terbitan Banjarmasin Post untuk pasar masayarakat menengah ke bawah. Terbit pertama tanggl 9 bulan 9 atau September tahun 1999.

Awal-awal, kami kesulita mencari sumber berita. Tidak tahu harus pergi ke mana. Apalagi Koran Metro sama sekali belum ada wujudnya. Tapi seiring waktu, kesulitan ini teratasi karena masyarakat mulai mengenal Metro. Tapi bukan berarti tantangan dan kesulitan semakin ringan.
Benar kata Rosihan Anwar, wartawan itu pekerjaan orang gila yang tidak kenal waktu. Benar juga kata pelatih, tentang gambaran kendalan, tantangan, dan masalah yang akan kami hadapi selama di lapangan. Selama 4 setengah tahun, Penulis Jadul bertahan di dunia tanpa koma milik orang gila, setelah itu memilih mundur teratur sebagai guru honorer di sebuah SMK swasta.
Tapi bukan berarti selama 4,5 tahun jadi wartawan itu tidak enak melulu. Banyak juga sukanya. Pengalaman bertemu orang-orang hebat, belajar banyak fakta kehidupan orang lain. Bisa masuk ke bidang apapun, bergaul dengan banyak orang dengan berbagai latar belakang. Melihat dan mengalami hitam putihnya kehidupan.
Kadang, rindu juga dengan dunia tanpa koma. Rindu menjadi orang gila. Hehehe… Yang jelas, Penulis Jadul rindu bisa menulis selancar ketika masih jadi wartawan, karena diberi target 3 berita per hari. Pekerjaan penuh tekanan yang kadang menyenangkan.
Selamat Hari Pers Nasional untuk rekan-rekan jurnalis. Selamat berjuang di dunia tanpa koma yang tentunya semakin gila karena cepatnya arus informasi lewat teknologi. Tetaplah menulis fakta untuk pelajaran dan hikmah bagi para pembaca.

Banjarbaru, ditulis 10 Februari 2020

Kunjungi, tonton, like, komen, dan subribe juga di channel youtube
Follo Instagram, FB, Twitter, Wattpad, Inspirasi, dan Plukme

No comments:

Post a Comment

Kepsek Banjarbaru Antusias Daftar Sekolah Penggerak

Para kepala sekolah di Banjarbaru antusias mendaftar Program Sekolah Penggerak (PSP). Antusiasme ini terlihat di Aula Pangeran Antasari, Lem...