“TIDAKapa, bila Non Chacha berhenti belajar mengaji pada saya,” ujar Ramadhan tenang. “Tapi saya sangat berharap, bukan berarti Non Chacha berhenti mengaji sama sekali.”
Aku menggigit bibir. Meski sudah mengambil keputusan, bukan berarti aku telah bebas dari keraguan.
“Kalau begitu, saya permisi dulu!”
Aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Lidahku kelu. Aku hanya bisa mengikuti langkah Ramadhan menuju pintu keluar.
“Hujan!” cetusku ketika ribuan jarum air menghujam dari langit.
Ramadhan berpaling. Dia tersenyum.
“Non Chacha lupa, saya sangat menyukai hujan. Basahnya seolah membasuh bersih jiwa saya yang kotor. Dinginnya seolah menyejukkan jiwa saya yang gersang. Setelah diguyur hujan, saya merasa lebih bening dan tenang.”
Dan aku hanya mampu menatapnya yang berjalan santai di bawah guyuran hujan. Bagai tanpa beban.
***
Masih bersambung ke bagian berikutnya, ya...! Tinggal 1 bagian lagi tamat ^_^

No comments:
Post a Comment