Saturday, September 22, 2018

I Miss You (Bagian 1)


ANAK baru itu kece. Siapapun mengakuinya. Jangankan cewek-cewek, para cowok pun terpesona. Jangankan murid, guru pun terkesima. Kelas ini bagai kedatangan Andre Agassi kesasar.
Fariz, nama anak baru itu. Selintas kilas emang mirip Andre Agassi. Terutama alisnya yang tebal dan bola matanya yang coklat kelam. Bedanya Andre jagoan tennis, sedang Fariz lebih demen ngejar-ngejar bola basket. Andre bule, sedangkan Fariz Indonesia asli, paduan Menado dan Melayu. Yang jelas Fariz nggak gondrong. Soalnya bisa ketangkap razia.
Sekejap saja Fariz sudah jadi perhatian. Dia masuk bersamaan dimulainya tahun ajaran baru. Diantar Pak Basuki ke kelas II sosial dua.
Anak-anak yang sedang asyik ngegosipin liburannya langsung terpana. Mereka pikir, ngapain Andre Agassi ke sini, bukannya ikut turnamen Grand Slam? Lagian perasaan di sekolah ini belum ada lapangan tenisnya. Jadi nggak mungkin diadakan turnamen tennis ‘SMA Sweet Seventeen Terbuka’. Adanya lapangan basket yang bisa disulap jadi lapangan voli sekaligus tempat upacara bendera. Ada juga lapangan bola, tapi udah keluar lingkungan sekolah. Seberang sana ada stadion.
Setelah Pak Basuki menjelaskan, baru mereka mengerti. Fariz diserbu. Mereke berebut menyalami. Terutama cewek-cewek. Sampai tarik-tarikan segala. Fariz kewalahan melayani mereka.
Pak Basuki hanya geleng-geleng kepala. Sebelum pergi beliau sempat menginstruksikan anak-anak untuk menyusun bangku karena acara belajar-mengajar akan segera dimulai.
Lagi-lagi anak-anak berebut, menawari Fariz duduk berdua. Cewek-cewek bergenit-ria, setengah merayu setengah memaksa agar Fariz mau duduk dengannya. Fariz cuma tersenyum menanggapinya.
Bel istirahat berbunyi. Fariz belum memutuskan duduk dengan siapa. Dia malah ikut rombongan anak cowok ke kantin. Diam-diam beberapa cewek mengikuti dari belakang. Mereka jajan sambil bercanda. Fariz selalu jadi perhatian.
“Anak terpandai di kelas kita siapa?” bisik Fariz pada Danang yang duduk di sebelahnya ketika anak-anak lain asyik tertawa-tawa.
“Dara,” jawab Danang heran.
“Anaknya yang mana?”
Danang menoleh ke sana ke mari. “Nggak ada di sini. Itu tuh, yang duduknya di meja depan, dekat guru. Yang rambutnya lurus panjang suka dikuncir satu, pake kacamata.”
Fariz mengangguk mengerti.
“Kenapa?” Danang penasaran.
Fariz tersenyum misterius.
Setelah kembali ke kelas, baru Danang mengerti. Fariz menenteng tasnya, menghampiri Dara yang duduk sendiri, asyik membaca.
“Kamu sendiri?” tanya Fariz.
Dara kaget. Lebih kaget lagi ketika melihat makhluk yang berdiri di samping kursinya. Agaknya makhluk inilah yang tadi bertanya.
“I… ya!” suara Dara gugup karena dari tadi Fariz tak juga melunturkan senyumnya. Senyum itu.. ala, mak!
“Boleh aku duduk di sini?”
Kalau saja punya korek kuping, pasti Dara mengorek kupingnya, saking tidak percaya. Apa katanya tadi? Dia mau duduk di sini? Apa tidak salah? Sementara selusin cewek cantik dan centil menawarkan bangkunya, Fariz malah minta diizinkan duduk di sampingnya.
Dara bingung. Dia merasa berpasang-pasang mata menatap tajam. Ada bermacam nada terkandung di dalamnya. Iri, sirik, dengki, itu paling dominan. Dari barisan cewek yang menawari Fariz kursi tentunya. Dara jadi nggak enak hati.
Tapi senyum yang terus menghias bibir Fariz itu membuatnya tak sanggup untuk menggeleng. Dia nggak mau Fariz kecewa, apalagi marah.
Akhirnya Dara mengangguk. Abis, masak mau ngelarang orang duduk sedang orang itupun bayar SPP seperti dirinya? Itu kan haknya.
Senyum Fariz tambah lebar. “Terimakasih.”
Dara menggeser duduknya dekat jendela. Dia mengeluh dalam hati. Senyum Fariz harus dibayar dengan cibiran bahkan gerutuan dari cewek-cewek yang memandang mereka.
***
Bersambung ke bagian berikutnya, ya...! ^_^

No comments:

Post a Comment

Kepsek Banjarbaru Antusias Daftar Sekolah Penggerak

Para kepala sekolah di Banjarbaru antusias mendaftar Program Sekolah Penggerak (PSP). Antusiasme ini terlihat di Aula Pangeran Antasari, Lem...